Advertise 728x90

Guru, Psikiater Dan Dokter

Written By Unknown on Thursday, September 5, 2013 | 11:51 PM

Suatu hari, seorang santri di salah satu pesantren terlihat berjalan mondar mandir, gurat-gurat kebingungan nampak jelas diwajahnya. Sebatang rokok samsoe yang dijepit jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya mengepulkan asap yang membumbung tinggi ke atas. Setiap detik waktu berjalan dengan lamban, asap-asap rokok keluar diantara kedua bibir mulutnya yang masih nampak merah muda, sebagai tanda bahwa pemiliknya bukanlah seorang perokok. Tanpa ia sadari, aku mendekat disampingnya dengan membawa secangkir kopi hangat dengan asap yang mengepul pula, tak kalah dengan asap rokok temanku tadi, aku sodorkan kepadanya: “minumlah, mungkin kehangatan kopi ini bisa sedikit meringankan beban dalam hatimu”, dengan mata tajam ia memandangiku, seniornya yang menjadi teman diskusi serta curhatnya dalam berbagai macam kajian di pesantren. Sruupp...suara sruputan kopi yang diminum dengan pelan dan penuh perasaan aku dengar muncul dari bibirnya. Tapi anehnya, setelah ia meminum satu sruputan kopi tadi, air mata meleleh dari kedua pelupuk matanya, semakin lama tambah deras saja air mata itu mengalir, lalu dengan nada yang tinggi dia berkata: “kang, saya baru saja dipukul pak guru di kelas tadi”, aku pun bertanya: “memangnya kenapa sampeyan kok dipukul pak guru? Sampeyan nakal to atau sampeyan tidak hapal pelajaran dikelas?”, “bukan karena itu semua kang, akan tetapi hanya gara-gara saya lupa memberi tanda silang (X) pada absensi yang menjadi tanggung jawab saya”, mendengar jawaban yang sedemikian rupanya, terbersit sebuah pertanyaan dalam hatiku: “manakah yang lebih bermanfaat bagi siswa, apakah sistem pembelajaran dengan kekerasan itu lebih bermanfaat atau sebaliknya? Yakni dengan kelembutan dan penuh kebijaksanaan”.
Yah, tentunya kita semua sudah mengetahui serta menyadari bahwa kemampuan dan karakter manusia itu berbeda antara satu dan yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, perbedaan karakter dan kemampuan itu sangat nampak sekali pada diri para siswa dan siswi. Ada beberapa karakter anak didik dalam bergaul, baik dengan guru maupun teman lainnya dan disertai pula dengan kemampuan yang berbeda juga. Antara lain sebagai berikut:
  1. Kelompok siswa dengan kecerdasan yang super, bahkan bisa dikategorikan dalam tingkatan jenius, disertai dengan semangat yang tinggi untuk belajar dan berdiskusi, sehingga seorang guru tidak perlu untuk bersusah payah mengajarinya ataupun mengajaknya untuk mengikuti kegiatan yang ada, karena memang dia sudah aktif tanpa ada dorongan dari luar dirinya.
  2. Kelompok siswa dengan kecerdasan dan kemampuan akal yang sama, akan tetapi dia malas untuk belajar, mengikuti kegiatan dengan berbagai macamnya ataupun berdiskusi dengan teman-temannya. Karakter siswa yang demikian adalah bagaikan macan yang tertidur, seorang pendidik hanya perlu membangunkannya serta memberikan dorongan dan semangat agar dia rajin belajar dan aktif mengikuti berbagai kegiatan pembelajaran yang ada.
  3. Ada juga jenis siswa yang cerdas, hanya saja sikap kritis dalam dirinya menjadikan dia suka membangkang tarhadap aturan ataupun perintah gurunya. Murid dengan karakter seperti ini pun jangan kemudian disikapi dengan kekerasan, akan tetapi sikap kritis tadi kita arahkan pada hal yang benar dan seorang guru harus selalu berusaha agar siswa dengan karakter seperti ini menjadi manusia yang lembut dengan dihiasi akhlak yang terpuji.
  4. Kadang kita temui jenis anak didik yang rajin, lembut serta penurut, akan tetapi kemampuan akal yang dimilikinya biasa-biasa saja atau bahkan seringnya mereka masuk dalam kategori siswa yang lemah kamampuan akal dan lamban dalam berfikir, siswa dengan karakter seperti ini membutuhkan perhatian yang lebih, motivasi, dorongan semangat dan uluran tangan dari seorang guru.
  5. Ada juga jenis murid yang lemah kemampuan akalnya dan lamban dalam berfikir—dengan kata lain dia telmi atau telat mikir—ditambah lagi dia orangnya pemalas, tidak mau belajar ataupun mengikuti berbagai kegiatan yang ada. Jika seorang pendidik atau guru bertemu dengan siswa dengan karakter terakhir ini, maka dia harus punya jiwa yang super sabar dan selalu berdoa agar siswanya yang berkarakter seperti ini bisa baik serta sukses dikemudian harinya. Jangan kemudian dia dicaci, dihina atau sampai dipukuli, karena kadang-kadang siswa dengan karakter seperti ini bisa sukses dikemudian harinya, semua itu tidak lepas dari kegigihan, kesabaran serta keikhlasan dan ketulusan seorang guru.
  6. Dan yang lebih menantang lagi adalah jika seorang guru bertemu dengan jenis siswa yang telmi dan bodoh, ditambah lagi dengan akhlak yang tidak terpuji, dia suka membangkang dan tidak taat aturan. Bagi saya pribadi jika kita bertemu dengan siswa model seperti ini, yang pertama kali kita tanamkan dalam hati adalah jangan sampai kita merasa benci atau tidak suka terlebih dahulu atau negative thingking dulu, jangan pula kita putus asa lalu menjadikan kenakalannya sebagai dalih bagi guru agar boleh melakukan tindakan pemukulan atau kekerasan lainnya. Akan tetapi, kita ajak siswa dengan tipe seperti ini untuk berbicara dari hati ke hati, sebenarnya apa problem yang terjadi dengan diriya? Kenapa ia membangkang sedemikian rupa?
Demikian adalah sedikit ulasan tentang berbagai macam karakter dan jenis anak didik dalam dunia pendidikan, serta bagaiamana semestinya seorang guru menyikapi beda-bedanya karakter yang ada. Saya pribadi tidak memasukkan pemukulan dalam metode pendidikan. Karena bagi saya, sebesar apapun kerusakan yang terjadi, maka kerusakan itu hanya bisa diperbaiki dengan cara-cara yang penuh kebijaksanaan dan cara-cara yang damai, bukan dengan kekerasan. Kalaupun harus bersikap keras—dalam hal ini dengan pemukulan dan semisalnya—maka hendaknya seorang guru memperhatikan lagi niat dan tujuan dari dia memukul muridnya tadi. Jangan sampai kekerasan tadi muncul dari rasa benci, memusuhi atau bahkan dendam, karena hal yang demikian pun akan hanya meninggalkan perasaan dendam dan benci dalam hati si murid tersebut. Sehingga tidak aneh kalau kadang kita temukan si murid yang menjadi korban kekerasan tadi pun akan melampiaskan rasa sakit hatinya pada muridnya lagi, saat kelak dia menjadi seorang guru, yah...semua ini muncul dari kesalahan niat dalam bertindak. Disamping juga hanya akan menimbulkan sikap tunduk jika murid didepan gurunya, akan tetapi berani membantah, melawan dan bahkan tidak segan-segan untuk mencaci gurunya saat tidak ada didepannya. Tentunya hal seperti itu tidak kita inginkan. Seperti kasus teman saya di atas adalah hal yang tidak kita inginkan, lebih-lebih teman saya adalah orang yang cerdas, penurut dan aktif dalam berbagai kegiatan pendidikan, baik kegiatan intra pesantren maupun ektra pesantren, bahkan saking cerdasnya dia mampu menghapalkan kitab sebesar Fathul Qarib. Akan tetapi hanya karena adanya problem ringan yang bersentuhan langsung dengan gurunya seperti itu akhirnya ada keinginan dari dia untuk keluar pesantren setelah sebelumnya dia menghisap hampir 4 batang rokok, padahal saya kenal bahwa dia bukanlah perokok.
Semua hal diatas adalah karena mempertimbangkan bahwa mestinya seorang dai ila-llah—khususnya guru dalam bidang agama—adalah orang yang memiliki sifat welas asih dan memperhatikan kemaslahatan umat Islam, tanpa memperdulikan apakah umat tersebut adalah orang yang shalih ataupun pelaku ma'siat. Bahkan dikisahkan bahwa seorang Abu Muslim Al-Khaulani ketika melewati suatu kaum tertentu dia tidak mau mengucapkan salam pada kaumnya itu, saat ditanya kenapa beliau tidak mau mengucapkan salam, beliau jawab karena dia khawatir kaum tersebut tidak menjawab salamnya dan mereka mendapatkan dosa disebabkan oleh beliau. Semua ini dilakukan pada dasarnya adalah karena sangat welas asihnya beliau terhadap kaumnya tadi. Begitu juga Ma'ruf Al-Karkhi, saat beliau melewati sekelompok manusia yang sedang berkumpul-kumpul untuk minum arak, lalu ada yang berkata kepada beliau: “hendaknya anda mendoakan jelek kepada umat yang ahli ma'siat ini!”, maka seketika beliau mengangkat tangan dan berdoa: “ya Allah, sebagaimana engkau bahagiakan mereka dengan dunia, maka bahagiakanlah mereka dengan akhirat”, mendengar doa Ma'ruf tadi, nampak raut muka keheran-heranan pada wajah orang yang memintanya untuk berdoa tadi, lalu mereka berkata: “kami meminta agar anda mendoakan jelek untuk mereka, tapi kenapa malah anda mendoakan baik kepada mereka”, beliau pun menjawab: “siapa saja yang tidak melihat orang-orang yang durhaka itu dengan pandangan rahmat atau welas asih, maka dia sebenarnya telah keluar dari Thariqah kami”1, dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya yang tertulis dalam buku-buku agama yang kesemuanya menunjukkan bahwa seorang dai haruslah punya jiwa yang welas asih, bukan pemarah. Sehingga benar-benar bisa mempraktekkan ucapan baginda Nabi Muhammad: “berilah kabar kembira, janganlah jadikan orang-orang itu lari”. Kalau hal ini dipraktekkan terhadap umat Islam secara umum, lalu bagaimana dengan murid mereka sendiri, tentunya hal itu lebih lagi.
Dalam kondisi seperti inilah ungkapan syair Arab yang dikutip oleh Sayyid Ahmad Al-Hasyimi dalam bukunya Uslubul Hakim, menemukan momentumnya. Di sana dikatakan:
وعلاج الأبدان أيسر خطبا # حين تعتل من علاج العقول
mengobati tubuh manusia yang sakit itu lebih mudah dari pada mengobati hati yang sakit
Begitu juga pepatah yang mengatakan: “guru adalah dokter bagi muridnya”, karenanya dia harus mengetahui kondisi kejiwaan seorang murid untuk kemudian mengobatinya, sebagaimana seorang dokter harus mengetahui penyakit dari pasiennya. Jangan sampai pasien yang sakit kepala diberi obat promag yang gunanya untuk obat sakit perut. Jangan pula pasien yang mual-mual sakit perut dan mencret diberi obat sakit kepala atau malah dioperasi. Memang jika dilihat, sekilas problem seperti ini ringan dan biasa-biasa saja, akan tetapi jika dibiarkan tanpa ada penanggulangan yang tepat maka bisa-bisa menjadi penyakit yang kronis dan berbahaya dalam tubuh sebuah lembaga pendidikan, pelan tak terasa akan tetapi mematikan dan bisa membunuh secara tiba-tiba, sungguh tragis sekali hal seperti itu. Guru yang ditunggu-tunggu adalah guru yang memahami penyakit muridnya, memahami kejiwaan muridnya serta bisa mengobatinya, inilah guru yang sekaligus menjadi seorang psikiater dan dokter.
Lebih tragis lagi adalah sikap para guru yang hanya datang masuk kelas, menyuruh anak muridnya untuk membaca buku sendiri atau mengerjakan buku tugas atau hanya menjelaskan saja tanpa ada sebuah kelanjutan apakah si murid sudah benar-benar faham atau belum? Sudahkah si murid benar-benar bisa mencerna dan bahkan hapal terhadap materi yang dia sampaikan atau belum? Yah mendidik yang sebenarnya adalah sebuah tindakan mulia, sekarang hanya tinggal profesi belaka. Guru yang seharusnya selalu berusaha tulus dalam mengajar, sekarang kebanyakan—kalau tidak semua—bermental fulus. Jika para gurunya bermental yang demikian, lalu bagaimana nasib pemuda bangsa kita nantinya? Banyak orang yang mengira bahwa beribadah khusyu' di masjid itu lebih baik dari pada bekerja, sehingga pada tahun-tahun terakhir ini kita melihat banyak orang yang mencari uang dengan jalan menjadi para juru dai yang manggung ke sana dan ke mari. Padahal hal itu tidak benar, karena bagaiamanapun orang yang menjadikan agama sebagai bahan ataupun media untuk mencari duit maka dia telah berbuat kesalahan, karena agama adalah medan berjuang kita, bukan media untuk mencari duit dan kedudukan dimata masyarakat, akan tetapi untuk mencari kedudukan di akhirat nanti, bukan di dunia yang sebentar ini.
Para ulama terdahulu lebih mementingkan bekerja untuk mencukupi dirinya serta orang-orang yang menjadi tanggungan kewajibannya atau dengan tujuan agar tidak meminta-minta kepada orang lain, dari pada melakukan ibadah-ibadah fardhu yang waktunya masih lebar (muwassa'), lebih-lebih ibadah sunnah yang sama sekali bukan merupakan kewajiban. Banyak orang sekarang yang mengira hanya dengan mengikuti kumpulan dzikir Thariqah lalu dia bisa menjadi orang yang tinggi derajatnya di akhirat nanti, sementara keluarganya masih butuh nafakah yang menuntut dia untuk bekerja lebih giat lagi, semisal untuk anaknya yang belajar agar memahami pokok-pokok ajaran Islam yang benar atau agar bisa mencapai tingkatan seorang mufti dan bahkan kalau bisa mencapai tingkatan seorang Mujtahid dengan berbagai kreterianya. Bukankah Al-Imam An-Nawawi berkata dalam mukaddimah kitab Minhajut Thalibin: “belajar ilmu agama adalah sebaik-baiknya ketaatan dan kegiatan paling utama yang dilakukan seseorang untuk memanfaatkan waktunya yang paling berharga”?2, begitu juga dengan kerja, bahkan seorang Amirul Mu'minin Umar ibnul Khattab pun berkata: “janganlah kalian hanya duduk-duduk saja di masjid dan tidak bekerja untuk mencari rizqi, lalu dengan pongahnya berkata: ya Allah, berilah saya rizqi. Ini adalah tindakan yang bertentangan dengan sunnah dan kalian sudah tahu sendiri bahwa langit tidak mungkin menurunkan hujan emas ataupun perak”. Imam Ahmad bin Hanbal pun ketika ditanya tentang seseorang yang hanya duduk rumah atau di masjid saja tanpa mau bekerja lalu berkata: “saya tidak akan bekerja sama sekali sampai Allah sendiri yang akan memberikan rizqinya padaku”, maka Imam Ahmad berkata: “ini adalah orang yang tidak paham ilmu. Apakah dia tidak pernah mendengar bahwa baginda Nabi Muhammad berkata: Allah menjadikan rizqiku dibawah bayang-bayang pedangku”3. Bukankah mereka ini adalah ulama-ulama yang punya kapasitas tinggi dan sangat layak kita ikuti? Kalau bukan mereka yang kita ikuti, lalu siapa?





Sayung, 29-Syawal-1434 H
1Abdul Wahhab As-Sya'rani (tt), Tanbihul Mughtarrin, Surabaya: Syarikah Nur Asia. Hal: 47.
2 Yahya bin Syaraf An-Nawawi (tt), Minhajut Thalibin, Surabaya: Syarikah Al-Haramain. Vol: 1 Hal: 8-9. dalam menjelaskan hal ini, Al-Mahalli yang merupakan komentator atas kitab Minhaj berkata: “perkataan An-Nawawi itu karena memang amal taat itu ada yang fardhu dan ada yang sunnah, dan tentunya yang fardhu lebih utama dari pada yanag sunnah, sedang belajar dan menyibukkan diri dengan ilmu agama masuk dalam kategori fardhu kifayah”. Bahkan ada yang sampai fardhu 'Ain.
3Abdul Wahhab As-Sya'rani, Op. Cit. Hal: 126.
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

1 komentar:

avatar

menarik sekali kang..... !! amazing ae lah...

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger