Advertise 728x90

Senja Hari Di Kota Beirut

Written By Unknown on Tuesday, September 10, 2013 | 4:58 AM



Kala mentari mulai kembali ke peraduannya
Tenggelam perlahan ke dalam ufuk alam
Menitipkan cahaya merahnya pada langit malam
Guna ucapkan salam perpisahan
Pada tanah Beirut yang indah nan nyaman

Suasana pagi yang indah, di iringi hembusan angin lembut
Berhembus di antara bangunan-bangunan yang tinggi
Seakan menjadi saksi bisu, akan kehangatan kebersamaan
Dan keindahan persatuan di antara kita

Pergantian musim menambah indahnya canda dan tawa
Yang kita rangkai menjadi butiran-butiran mutiara kenangan
Kita tulis dan kita susun dalam album kenangan
Yang tak akan hilang, tak akan lekang oleh
Perputaran zaman dan gelombang kehidupan
Canda, tawa dan kebersamaan itu seakan baru tadi pagi
Menghiasi hari kita, mengisi lubuk hati kita dengan
Rasa cinta dan damai

Namun kala senja itu datang, kala mentari berpamitan
Meninggalkan alam, seolah canda, tawa dan kebersamaan
Tak ikut tenggelam ke dalam ufuk alam
Wahai kawan, bukanlah kami meninggalkan kalian
Namun, kita hanya berpisah sementara waktu
Janganlah kalian jadikan perpisahan ini akhir pertemuan kita
Melainkan jadikan perpisahan ini sebagai jembatan akan
Kelanjutan hubungan kita

Kawan, meskipun raga dan tubuh kita berpisah
Yakinlah jiwa dan hati kita tidak akan terbelah
Namun akan selalu tertanam di sana rasa cinta
Yang selalu tumbuh merekah

Kiranya beberapa bait-bait di atas sebagai pengantar akan kepulangan para teman-teman, terlebih kepada kedua sahabat dekatku, kang Dhiya' dan Gus Farid.
Suara merdu adzan yang berkumandang di menara masjid Burj Abi Haidar akan selalu mengingatkanku kepada kang Dhiya', di mana kita selalu bersama belajar, melantunkan ayat-ayat ilahi dengan dengan penuh rasa nyaman dan damai. Tak lupa, kita juga selalu bersama melantunkan matn-matn dari kitab ulama-ulama terdahulu. Meskipun waktu kebersamaan kami sangatlah terbatas, sangatlah sebentar, namun kebersamaan tersebut membawa pengaruh yang sangat positif dan peningkatan yang sangat signifikan bagi diri saya pribadi.
Perpisahan memang sesuatu yang tidak mungkin terelakkan kedatangannya, mau atau tidak pasti hal tersebut akan datang menghampiri kita. Perpisahan itu sangatlah menyakitkan terlebih dengan orang yang kita rasa dia telah memberikan arti penting terhadap hidup kita. Meskipun hal itu terasa berat bagi kita, namun kita harus tabah dan rela melepaskannya, mungkin barangkali perpisahan itulah membawa sisi positif yang lebih baik dari sebelumnya.
Banyak sekali kenangan-kenangan yang tertuang dalam secarik kertas bersama kang Dhiya', namun dari kenangan-kenangan manis tersebut, satu yang akan selalu terkenang bagi diri saya pribadi adalah ketika beliau dengan tulus dan ikhlas mengantarkanku dari bumi Beirut, Lebanon menuju ke kota suci Makkah melalui perantara “Lathaiful Isyarat”, sebuah kitab Ushul Fiqh karangan As-Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds, penjelasan dari Nadzam “Tashilut Thuruqat Li Nadzmil Waraqat”. Begitu indahnya perjalanan dari Beirut ke Makkah mengarungi bentangan samudera Ushul Fiqh, menyelami dalamnya samudera tersebut guna menemukan mutiara dalil-dalil Fiqh yang bersifat kolektif, meskipun banyak ombak-ombak yang menghalangi, menerjang dan menghampiri perjalanan kami yang pada akhirnya kami mampu melabuh sampai ke tepian dari samudera “Lathaiful Isyarat” ini dengan di bantu oleh kang Dhiya' dengan rasa ikhlas dan tanpa pamrih.
Sebelum mengarungi samudera “Lathaiful Isyarat” beliau juga sudah mengantarkanku berkunjung menikmati kejelian dan kedalaman pola berfikir As-Syaikh Abdurrahman Al-Akhdhari melalui karyanya yang berjudul “Sullamul Munawwaraq”, bagaimana beliau menguntai kumpulan-kumpulan pola berfikir yang sangat jeli dan dalam. Setelah merasa cukup atas kunjungan ini, barulah beliau mengajakku mengarungi samudera tersebut.
Pada akhirnya, datanglah waktu perpisahan antara kami, memori-memori ketika saat suka maupun duka secara perlahan akan tertuang dalam beberapa lembar kertas, hingga akhirnya lembaran-lembaran itulah yang akan menjadi obat penawar rindu di antara kami.
Ketika beliau memintaku untuk menulis suatu tulisan yang berisi nasehat atau kata-kata mutiara, rasanya hal itu sangatlah tak layak di tujukan untukku, apalagi melihat kapasitas diriku yang masih belum dikatakan mencapai kata maksimal. Namun, aku tetap berusaha membalas jasa beliau selama ini. Dengan susah payah aku berfikir, mungkin inilah nasehat atau harapan seorang adik pada kakaknya: “Kang, jaga diri sampean baik-baik. Jangan lupa doakan aku supaya apa yang aku cita-citakan bisa tercapai, perjalanan 4 tahun kedepan ini sangatlah berat tanpa keberadaan sampean di tempat ini. Jangan lupa doakan aku agar hafalan al-Qur'anku segera selesai dengan hafalan yang memuaskan dan kuat. Berusahalah merawat diri sampean dengan baik, karena cepat atau lambat sampean akan segera menempuh hidup baru bersama belahan tulang rusuk sampean. Kiranya hanya itu yang saya bisa sampaikan, mohon maaf kalau selama ini aku selalu menyusahkan dan merepoti sampean. Salamku untuk semua keluarga di Indonesia”. Akhirul kalam.

أستودعكم الله الذي لا يضيع ودائعه


Beirut, 27-Juli-2013 M

M. Muthahar. H.A.
 
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger