Malam
ini, gemuruh takbir bertalu-talu diiringi irama ketukan-ketukan bedug
yang menggema, terbentuklah sebuah simfoni musik yang merdu nan ramai
dimalam yang penuh khidmat
ini, kakak tak tahu dek, sungguh kakak tak tahu, kenapa air mata ini
tak jua kunjung berhenti, padahal malam ini adalah malam paling
bahagia nan menggembirakan bagi umat Islam, kakak masih ingat dek
bagaimana rasanya berlebaran jauh dari orang-orang yang kita cintai,
jauh dari budaya yang selama ini memanjakan tubuh dan nafsu kita,
jauh...jauh...dan jauh dari segala sesuatu yang mungkin sangat kita
harapkan, dek...saat ini, di
malam ini kakak teringat bagaimana kita
dulu merayakan malam 'ied bersama di negeri antah berantah sana,
kakak tidak bisa membayangkan bagaimana perasaanmu malam ini, dan
kakak pertama-tama ingin meminta
maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa menemani adek malam ini.
Kakak
tidak ingin banyak bicara atau banyak basa basi dek, karena surat ini
pun hanyalah merupakan jawaban atas permintaanmu sebelum kakak
pulang, akan tetapi kakak tidak bisa memenuhinya saat itu juga,
karena waktu yang sangat terbatas dan fikiranku pun terforsir untuk
khidmah pada sampean, Gus Lukman dan ustadz Innaka
Kamal, jadi sulit untuk merealisasikan hal itu, nah sekarang
inilah kakak baru ada waktu dan berusaha untuk menulis surat ini,
semoga bisa selesai dan nantinya membawa manfaat bagi kita semua.
Dalam
surat yang singkat ini ada beberapa hal yang ingin kakak bicarakan
secara lebih khusus antara kakak dan anda dek, semoga saja hal
tersebut nantinya akan bermanfaat bagi anda..ya paling tidak bisa
anda jadikan sebagai “dzikra” bahwa anda pernah bertemu
dengan orang yang seperti kakak, yang sak karepe dewe, gak
bisa di atur, liar, sering ngamuk, sering ngakon yang
tidak-tidak dan bahkan mungkin ada yang menyebut kakak orang
Liberal..he..he..biarlah orang menyebut kakak bagaimana, yang penting
bagi kakak adalah bagaimana nanti kalau kakak sowan dan kembali pada
sang Kholiq.
Pertama,
kakak ingin berbicara tentang arti sebuah persahabatan, kenapa
kakak berbicara tentang hal ini? tak lain dan tak bukan adalah karena
yang menjadikan anda bisa akrab dengan kakak, anda bisa kenal dengan
kakak, anda mau mendengarkan ocehan dan celoteh kakak adalah makhluk
yang disebut persahabatan ini, mungkin disana banyak orang yang
mengaku berteman, konconan dan
bersahabat, akan tetapi ia sendiri—bagi kakak—tidak faham apa
itu arti sebuah persahabatan dan bagaimana menjalinnya atau bahkan
anda sendiri sekarang sedang bingung untuk memulai persahabatan baru
dengan orang lain, sehingga masih dalam kesendirian...he..he..kakak
masih ingat dalam sebuah buku yang berjudul Tanbihul Mughtarriin
(pengingat bagi orang-orang yang tertipu) buah karya Syeikh Abdul
Wahhab Asy-Sya'rani disebutkan sebuah kata mutiara yang dinisbatkan
kepada Abdullah bin Mas'ud, ungkapan itu berbunyi:
إذا
صحبت أحدا لا تسأل عن مودته لك ولكن انظر
ما في قلبك له و نفسك فإن ما عندك مثل الذي
عنده على حد سواء
“jika
engkau berteman dengan seseorang, maka janganlah kau tanyakan tentang
cintanya padamu, akan tetapi lihatlah hati dan dirimu sendiri
(sudahkah anda mencintainya), karena apa yang ada dihatimu sama
dengan apa yang ada dihatinya”.
Ungkapan
seorang Ibnu Mas'ud diatas—bagi saya, entah bagi anda—merupakan
satu pijakan yang yang luar biasa untuk memahami apa itu esensi dari
sebuah kata “cinta” atau kata “persahabatan”. Kebanyakan
orang—mungkin saya masuk didalamnya—hanya selalu mengeluh,
mengaduh dan merasa susah jika berteman dengan orang-orang yang
kurang dicocoki, lebih susah lagi jika mereka kumpul satu atap, maka
lengkap sudah kesusahan itu, kalau tidak sabar-sabar bisa saja kita
akan selalu mencaci atau bahkan akan menghujatnya. Hanya saja yang
masih mengganjal dalam hatiku, kenapa ada semua cacian dan hujatan
itu? Bukankah kadang atau bahkan seringnya, kita juga menemukan hal
yang tidak kita cocoki dari teman yang kita cocoki? Karena menurut
keyakinan saya, tidaklah mungkin manusia cocok dalam segala hal, sama
plek tanpa
ada perbedaan sama sekali, itu menurut saya adalah hal yang sangat
sulit terjadi kalau tidak bisa dikatakan mustahil. Coba saja kita
renungi ayat suci Al-Qur'an di bawah ini:
لو أنفقت
ما في الأرض جميعا ما ألفت بين قلوبهم
“andaikan
engkau (wahai Muhammad) menginfakkan semua apa yang ada di bumi ini,
niscaya kau tidak akan mampu untuk menyatukan semua hati manusia”.
Jika
ayat di atas adalah firman Allah terhadap makhluk terkasihnya yaitu
baginda Nabi Muhammad, lalu bagaimana dengan kita yang hanya manusia
biasa dan bukan apa-apa? Lalu yang jadi pertanyaan adalah mengapa
kita bisa sabar terhadap orang yang kita cocoki disaat-saat dia tidak
cocok dengan kita, sementara dengan yang lain kita tidak bisa sabar?
Dari ungkapan Ibnu Mas'ud diatas pun kita juga bisa menarik sebuah
kesimpulan bahwa apa yang disebut “cinta” atau “persahabatan”
selama ini banyak yang hanya berlandaskan egoisme semata, tidak
lebih. Kakak tidak memfonis bahwa semua cinta dan persahabatan
sekarang berlandaskan egoisme semata—dan semoga persahabatan dan
kisah 'cinta' kita pun juga karena Allah—akan tetapi banyak kita
temukan hal itu dalam lingkungan di mana kita hidup, bahkan dalam
lingkungan asrama yang kita pernah hidup bersama sekalipun. Disana
banyak kita lihat orang berteman dengan yang lain hanya demi
kepentingan pribadi saja, ada yang karena ingin mendapatkan posisi
dan kedudukan di mata orang-orang, ada yang karena ingin mendapatkan
perhatian lebih dan bahkan ada pula yang hanya ingin menambah relasi,
ujung-ujungnya semua itu hanyalah untuk kepentingan duniawi saja,
tidak lain. Apakah tujuan-tujuan di atas salah? Jawabannya adalah
tidak, akan tetapi apakah hanya itu saja tujuan kita bersahabat
dengan seseorang? Sungguh rugi mereka-mereka yang hanya menjadikan
hal-hal diatas dan semisalnya sebagai tujuan dalam bersahabat. Begitu
halnya dengan “cinta”, apakah kita mencintai seseorang memang
murni karena cinta ataukah hanya karena egoisme pribadi kita
sendiri? Maukah kita mencintai orang yang memusuhi kita? Kalau dengan
wanita, maukah kita mencintai seorang wanita bukan karena
kecantikannya, bukan karena nasabnya, bukan karena hartanya yang
sebenarnya semua itu adalah keuntungan yang akhirnya kembali pada
diri kita sendiri. Mari pertanyaan-pertanyaan tersebut kita tanyakan
pada diri kita pribadi, sudahkah kita berhias dengan sifat-sifat
tersebut atau paling tidak kita berusaha untuk melakukannya. Jika
kita renungi lebih dalam lagi, betapa agung dan luar biasanya sabda
baginda Nabi Muhammad yang berbunyi:
لا يؤمن
أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
dan
saya kira ungkapan Ibnu Mas'ud sebelumnya tak lain hanyalah merupakan
pantulan dari Misykatun Nubuwwah
yang elok nan menawan ini. Walhasil, dari poin pertama ini kakak
hanya ingin berteman dengan adek dan bersahabat dengan adek atas
dasar “cinta” yang hakiki, cinta ini bukanlah cinta seorang
lelaki pada kekasihnya, bahkan lebih dari itu semua, karena cinta ini
adalah cinta seorang sahabat terhadap sahabatnya, cinta seorang kakak
terhadap adeknya. Jika tidak ada hubungan darah dan hubungan nasab
antara kita, maka biarkanlah hubungan kita adalah hubungan seiman,
seagama dan senasab berupa 'nasab' ilmiah yang insya Allah lebih
kekal dan abadi.
Kedua,
saat kakak kemarin melihat kamu menangis sambil memelukku dek, kakak
jadi teringat kejadian 2 tahun lalu yang hampir sama. Kakak masih
ingat sekali bagaimana teman-temanku memeluk kakak sambil menangis
dan kakakpun juga melakukan apa yang mereka lakukan, sungguh suasana
haru yang menyelimuti hati kakak pada malam itu pun kakak rasakan
saat kau menangis sambil memeluk kakak malam itu. Saya masih ingat
sekali bagaimana dek Baim, Gus Shabbah, dek Jazuli dan masih banyak
yang lainnya, mereka satu persatu memeluk kakak dengan diiringi air
mata yang berlinang, sungguh dua kejadian dalam hidup kakak yang
hampir sama dan semoga semuanya membawa berkah. Kalau kakak tidak
salah, ada satu nasehat yang kakak sampaikan pada teman-teman dan
para sahabat kakak pada waktu itu yang menurut kakak sangat tepat dan
cocok jika dinasehatkan pada adek sekarang, nasehat itu adalah sebuah
ungkapan yang mungkin sangat ringan dan tidak berbobot, akan tetapi
kakak yakin bahwa suatu saat nasehat ini akan menjadi satu penghibur
dan pelipur lara bagimu. Ungkapan tersebut adalah “temukan
keramaian dalam kesendirianmu dan carilah kesendirian dalam
keramaianmu”. Jujur dek, kakak tidak tahu dari mana ungkapan ini
muncul dalam benak kakak sendiri, tapi yang jelas ungkapan ini secara
tiba-tiba terbersit dalam pikiran kakak saat kakak disuruh oleh Gus
Wafi ngajar di MA Gondan, Sarang. Waktu itu kakak seringnya hanya
tidur di masjid pinggir laut, dekat daerah Gondan, kecamatan Sarang.
Seringnya disana kakak sendirian, kalau tidak membaca ya sekedar
tidur-tiduran saja, sambil menikmati semilir angin laut yang sangat
nyaman itu, sungguh suasana yang satu sisi sangat nyaman, akan tetapi
disisi lain hati ini pilu karena sebuah cobaan yang sebenarnya itu
semua adalah Imtihan
untuk menguji ketegaran, kesabaran dan kekuatan seorang Dliya' yang
lemah dan hina ini untuk mengaplikasikan semua ilmu yang telah
dipelajari selama ini dalam kehidupan nyata, lebih-lebih jika sudah
belajar Ihya'-nya Al-Ghazali atau Hikam-nya Ibnu 'Athaillah, apakah
itu semua hanya sebatas bacaan, ma'na
gandul
saja dan dapat sanad yang
tertulis dengan rapi pada secarik kertas yang selanjutnya hanya
dijadikan sebagai media anggak-anggakan
pada santri yang lain? Kadang dalam jiwa kakak pada waktu itu
menyusup rasa rendah diri, sehingga terbersit sebuah perasaan bahwa
diri ini sangatlah kerdil, sangatlah kecil dan tidak layak untuk
disebut sebagai seorang “santri” yang notabenenya adalah penjaga
kesucian dari ajaran agama Islam ini. Dalam kondisi kejiwaan yang
demikian inilah ungkapan di atas muncul dengan sendirinya dalam benak
kakak, tanpa diminta untuk hadir atau bahkan dicari-cari dalam
referensi-referensi kitab yang pernah kakak
ngajeni
di pesantren dulu, sungguh semua itu belum pernah kakak temukan, ada
tidaknya kakak sendiri waktu itu belum tahu dan bahkan sampai
sekarangpun kakak sendiri belum menemukan secara pasti, ada atau
tidak ungkapan tersebut dalam kitab-kitab ulama kita. Akan tetapi
kakak yakin bahwa ungkapan itu bersumber dari hal yang benar, bukan
dari sesuatu yang hanya fantasi belaka, bukan pula ini seperti apa
yang dikatakan oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab bahwa dia membawa hal
yang baru yang belum pernah diketahui oleh orang-orang yang hidup
sebelumnya, karena kakak bukan mengatakan tidak ada, akan tetapi
belum ketemu.
Perasaan yang
selalu muncul dalam hati kakak waktu itu adalah jangan sekali-kali
kita mengharap jadi orang besar kalau kita tidak berani untuk
sendiri. Kita siap sendiri walaupun tidak ada yang cocok dengan kita,
tidak ada yang senang dengan kita, tidak ada yang simpati dengan kita
dan masih banyak hal-hal lain yang kesemuanya menuju pada satu titik
yang sama, yaitu calon orang besar harus siap untuk sendirian dalam
kehidupannya. Sendiri di sini bukan berarti tidak ada teman sama
sekali, akan tetapi arti dari kesendirian ini adalah anda siap untuk
dimusuhi orang banyak dalam rangka mempertahankan apa yang anda
yakini, karena setiap kebenaran yang disuarakan sebagai bentuk kritik
terhadap sebuah otoritas yang sudah mapan, pastinya akan banyak
mendapat rintangan, karena tentunya banyak 'kerikil' tajam yang ada
dijalan anda, sehingga disinilah sebuah keimanan, ketawakkalan dan
puncak ketauhidan seseorang diuji. Karena buah dari sebuah Tauhid
yang kuat adalah ia tidak takut terhadap apapun kecuali pada Allah
dan hal-hal yang memang Allah juga menyuruh kita untuk meminta
pertolongan darinya. Dalam posisi seperti inilah, kata ungkapan
diatas kakak artikan, yakni kita selalu bisa berusaha menemukan rasa
nyaman dan ramai dalam kesendirian kita, karena disitu ada
Ma'iyyatullah yang terejawantahkan dalam pertolongan, rasa
nyaman (uns) dan tidak merasa takut pada hal apapun. Kata
'ramai' disini bukan berarti Allah bersama dan bareng-bareng
dengan kita sebagaimana anda ketahui sendiri, akan tetapi kata
'ramai' adalah merupakan bentuk metafora dari rasa nyaman dan damai
yang menghiasi dinding lubuk hati seseorang yang paling dalam.
Bukankah anda sudah tahu sendiri bahwa menurut kebiasaannya,
seseorang akan merasa damai, nyaman dan senang jika dia berkumpul
dengan yang lain, lalu kenapa kita tidak menjadikan rasa damai kita,
rasa nyaman kita dan rasa senang kita saat kita bersama-Nya dalam
dzikir, munajat dan saat-saat kita tadarus Al-Qur'an
maupun ilmu agama yang kesemuanya mempunyai muara yang satu, yaitu
taqarrub pada Allah? Sudahkah kakak bisa melaksanakan apa yang
ditulis ini? Jawabannya sudah wadhih bahwa kakak belum bisa,
akan tetapi janganlah kemudian adek membuang mutiara-mutiara yang
telah kakak ambil dari sumber hati yang paling dalam ini, untuk
kemudian kakak untai dengan kata-kata yang entah sesuai dengan kaidah
penulisan atau tidak ini dalam tong sampah, jangan dek! Akan tetapi
ambillah yang bisa kau ambil, karena kebijakan atau hikmah adalah
harta orang mukmin yang hilang, dia bisa menemukannya di mana saja
dan pada siapa saja, walaupun melalui orang yang jelek seperti saya
ini. Sekilas ulasan inilah kira-kira maksud dari ungkapan “temukanlah
keramaian dalam kesendirianmu”, ulasan kakak ini tidak menutup
kemungkinan akan adanya elaborasi dan interpretasi ulang yang berbeda
sesuai dengan kemampuan rasionalitas, tekstualitas dan intuisi
masing-masing dari kita.
Adapun ungkapan
“carilah kesendirian dalam keramaianmu” yang merupakan bagian
kedua dari wangsit (kalau bisa di sebut wangsit..hehehe)
yang terbersit dalam hati kakak waktu itu adalah ajakan kepada diri
kakak pribadi agar tidak merasa nyaman, merasa aman, tidak merasa
bahagia dan senang saat berkumpul dengan makhluk, lebih-lebih dengan
orang-orang yang kita cintai, karena pada dasarnya semua itu
merupakan makhluk yang ujung-ujungnya pun akan punah dan rusak juga.
Lalu mengapa kita terlalu bergantung pada makhluk yang tidak bisa
memberi dan menciptakan manfaat ataupun bahaya sama sekali pada yang
lain? Sebenarnya ada ungkapan yang lebih ekstrim lagi dari ungkapan
saya di atas, yaitu ungkapan baginda Nabi Muhammad dalam salah satu
hadisnya yang berbunyi:
لا يدخل
أحدكم الجنة بعمله,
قالوا:
ولا
أنت يا رسول الله؟ قال:
ولا
أنا إلا أن يتغمدني الله برحمته
“tidaklah
kalian bisa masuk surga dikarenakan amal perbuatan kalian. Para
sahabat bertanya: “lalu bagaimana dengan engkau duhai Rasulullah?”,
“saya pun juga tidak, andaikan Allah tidak melindungiku dengan
rahmat-Nya”.
Coba kita merenung
bersama, bukankah amal itu juga makhluk? Kalau urusan masuk surga
saja baginda Nabi memberi sebuah batasan yang sangat ekstrim bahwa
amal seseorang tidaklah sama sekali bisa menjadi penolong baginya
masuk surga, lalu bagaimana dengan yang lain? Dari semisal misykatun
nubuwwah seperti inilah muncul mutiara Hikam yang dengan indah
nan elok itu. Semisal ungkapan dibawah ini:
من علامة
الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند
وجود الزلل
dari semua inilah
dek, kita hendaknya merasa bahwa rasa nyaman kita, rasa senang kita
dan rasa bahagia kita hendaknya jangan didasarkan pada makhluk,
karena suatu saat makhluk akan hilang, akan sirna dan tidak menutup
kemungkinan bahwa makhluk yang selama ini kita jadikan sandaran,
ternyata dalam waktu yang lain malah dialah pertama kali yang
memusuhi, melawan dan manjadikan kita susah sendiri, makhluk apapun
itu. Kakak kira ungkapan yang terbersit dalam jiwa kakak di atas
tidaklah berlebihan, karena setelah kakak renungi, semua itu ternyata
bereferensi dari ungkapan para ulama, shufiyah dan orang-orang
bijak diatas.
Walhasil, satu hal
yang ingin kakak pesankan dalam poin kedua ini. Janganlah engkau
takut untuk sendirian, karena orang besar adalah orang yang siap
untuk sendiri, karena pada dasarnya memang dia tidak akan bersandar
kecuali hanya pada Allah semata, hanya pada Allah dia temukan
kenyamanannya, hanya pada Allah dia temukan kebahagiaannya dan hanya
pada Allah dia temukan kedamaiannya. Kiranya sampai disini dulu
bingkisan ini saya tulis, mungkin agak telat kalau disebut sebagai
bingkisan lebaran, karena lebaran telah lewat beberapa hari yang
telah berlalu, akan tetapi saya yakin adek bisa mengambil sedikit
manfaat dari tulisan sederhana ini. Tetap semangat dek ya dalam
menggapai cita-citamu, jaga kesehatan, udahlah jangan puasa dawud
lagi cukup senin kamis, masih ada hal lain yang lebih penting untuk
kau kerahkan tenagamu untuknya, semisal hapalan Al-Qur'an yang selama
ini kau idam-idamkan dulu. Lagi pula kakak sudah mulai menguap dan
ngantuk, karena dalam keheningan malam kakak tulis surat ringkas dan
sederhana ini, sebagai media dialog, diskusi dan silaturrahim fikri
dengan panjenengan. Cukup sekian, nanti bisa kita
lanjutkan lagi diskusinya lebih intens, doakan agar semua yang kakak
cita-citakan dapat tercapai serta diridhai oleh Allah subhanahu wa
ta'ala. Salam untuk Gus Lukman serta Ustadz Innaka, jangan lupa
mintakan doa untuk saya ya....hehehehe. Semoga kita di ridhai-Nya.
Wassalam.
Sayung, 16 Syawal
1434 H
Dliyaul haq
NB: Maaf ya dek,
bingkisannya telat. Semoga tetap bermanfaat dan terasa pas untuk
lebaran.
0 komentar