Advertise 728x90

Bingkisan Lebaran Untuk Adek

Written By Unknown on Sunday, September 1, 2013 | 1:47 AM

Malam ini, gemuruh takbir bertalu-talu diiringi irama ketukan-ketukan bedug yang menggema, terbentuklah sebuah simfoni musik yang merdu nan ramai dimalam yang penuh khidmat ini, kakak tak tahu dek, sungguh kakak tak tahu, kenapa air mata ini tak jua kunjung berhenti, padahal malam ini adalah malam paling bahagia nan menggembirakan bagi umat Islam, kakak masih ingat dek bagaimana rasanya berlebaran jauh dari orang-orang yang kita cintai, jauh dari budaya yang selama ini memanjakan tubuh dan nafsu kita, jauh...jauh...dan jauh dari segala sesuatu yang mungkin sangat kita harapkan, dek...saat ini, di malam ini kakak teringat bagaimana kita dulu merayakan malam 'ied bersama di negeri antah berantah sana, kakak tidak bisa membayangkan bagaimana perasaanmu malam ini, dan kakak pertama-tama ingin meminta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa menemani adek malam ini.
Kakak tidak ingin banyak bicara atau banyak basa basi dek, karena surat ini pun hanyalah merupakan jawaban atas permintaanmu sebelum kakak pulang, akan tetapi kakak tidak bisa memenuhinya saat itu juga, karena waktu yang sangat terbatas dan fikiranku pun terforsir untuk khidmah pada sampean, Gus Lukman dan ustadz Innaka Kamal, jadi sulit untuk merealisasikan hal itu, nah sekarang inilah kakak baru ada waktu dan berusaha untuk menulis surat ini, semoga bisa selesai dan nantinya membawa manfaat bagi kita semua.
Dalam surat yang singkat ini ada beberapa hal yang ingin kakak bicarakan secara lebih khusus antara kakak dan anda dek, semoga saja hal tersebut nantinya akan bermanfaat bagi anda..ya paling tidak bisa anda jadikan sebagai “dzikra” bahwa anda pernah bertemu dengan orang yang seperti kakak, yang sak karepe dewe, gak bisa di atur, liar, sering ngamuk, sering ngakon yang tidak-tidak dan bahkan mungkin ada yang menyebut kakak orang Liberal..he..he..biarlah orang menyebut kakak bagaimana, yang penting bagi kakak adalah bagaimana nanti kalau kakak sowan dan kembali pada sang Kholiq.
Pertama, kakak ingin berbicara tentang arti sebuah persahabatan, kenapa kakak berbicara tentang hal ini? tak lain dan tak bukan adalah karena yang menjadikan anda bisa akrab dengan kakak, anda bisa kenal dengan kakak, anda mau mendengarkan ocehan dan celoteh kakak adalah makhluk yang disebut persahabatan ini, mungkin disana banyak orang yang mengaku berteman, konconan dan bersahabat, akan tetapi ia sendiri—bagi kakak—tidak faham apa itu arti sebuah persahabatan dan bagaimana menjalinnya atau bahkan anda sendiri sekarang sedang bingung untuk memulai persahabatan baru dengan orang lain, sehingga masih dalam kesendirian...he..he..kakak masih ingat dalam sebuah buku yang berjudul Tanbihul Mughtarriin (pengingat bagi orang-orang yang tertipu) buah karya Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya'rani disebutkan sebuah kata mutiara yang dinisbatkan kepada Abdullah bin Mas'ud, ungkapan itu berbunyi:
إذا صحبت أحدا لا تسأل عن مودته لك ولكن انظر ما في قلبك له و نفسك فإن ما عندك مثل الذي عنده على حد سواء
jika engkau berteman dengan seseorang, maka janganlah kau tanyakan tentang cintanya padamu, akan tetapi lihatlah hati dan dirimu sendiri (sudahkah anda mencintainya), karena apa yang ada dihatimu sama dengan apa yang ada dihatinya”.
Ungkapan seorang Ibnu Mas'ud diatas—bagi saya, entah bagi anda—merupakan satu pijakan yang yang luar biasa untuk memahami apa itu esensi dari sebuah kata “cinta” atau kata “persahabatan”. Kebanyakan orang—mungkin saya masuk didalamnya—hanya selalu mengeluh, mengaduh dan merasa susah jika berteman dengan orang-orang yang kurang dicocoki, lebih susah lagi jika mereka kumpul satu atap, maka lengkap sudah kesusahan itu, kalau tidak sabar-sabar bisa saja kita akan selalu mencaci atau bahkan akan menghujatnya. Hanya saja yang masih mengganjal dalam hatiku, kenapa ada semua cacian dan hujatan itu? Bukankah kadang atau bahkan seringnya, kita juga menemukan hal yang tidak kita cocoki dari teman yang kita cocoki? Karena menurut keyakinan saya, tidaklah mungkin manusia cocok dalam segala hal, sama plek tanpa ada perbedaan sama sekali, itu menurut saya adalah hal yang sangat sulit terjadi kalau tidak bisa dikatakan mustahil. Coba saja kita renungi ayat suci Al-Qur'an di bawah ini:
لو أنفقت ما في الأرض جميعا ما ألفت بين قلوبهم
andaikan engkau (wahai Muhammad) menginfakkan semua apa yang ada di bumi ini, niscaya kau tidak akan mampu untuk menyatukan semua hati manusia”.
Jika ayat di atas adalah firman Allah terhadap makhluk terkasihnya yaitu baginda Nabi Muhammad, lalu bagaimana dengan kita yang hanya manusia biasa dan bukan apa-apa? Lalu yang jadi pertanyaan adalah mengapa kita bisa sabar terhadap orang yang kita cocoki disaat-saat dia tidak cocok dengan kita, sementara dengan yang lain kita tidak bisa sabar? Dari ungkapan Ibnu Mas'ud diatas pun kita juga bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa apa yang disebut “cinta” atau “persahabatan” selama ini banyak yang hanya berlandaskan egoisme semata, tidak lebih. Kakak tidak memfonis bahwa semua cinta dan persahabatan sekarang berlandaskan egoisme semata—dan semoga persahabatan dan kisah 'cinta' kita pun juga karena Allah—akan tetapi banyak kita temukan hal itu dalam lingkungan di mana kita hidup, bahkan dalam lingkungan asrama yang kita pernah hidup bersama sekalipun. Disana banyak kita lihat orang berteman dengan yang lain hanya demi kepentingan pribadi saja, ada yang karena ingin mendapatkan posisi dan kedudukan di mata orang-orang, ada yang karena ingin mendapatkan perhatian lebih dan bahkan ada pula yang hanya ingin menambah relasi, ujung-ujungnya semua itu hanyalah untuk kepentingan duniawi saja, tidak lain. Apakah tujuan-tujuan di atas salah? Jawabannya adalah tidak, akan tetapi apakah hanya itu saja tujuan kita bersahabat dengan seseorang? Sungguh rugi mereka-mereka yang hanya menjadikan hal-hal diatas dan semisalnya sebagai tujuan dalam bersahabat. Begitu halnya dengan “cinta”, apakah kita mencintai seseorang memang murni karena cinta ataukah hanya karena egoisme pribadi kita sendiri? Maukah kita mencintai orang yang memusuhi kita? Kalau dengan wanita, maukah kita mencintai seorang wanita bukan karena kecantikannya, bukan karena nasabnya, bukan karena hartanya yang sebenarnya semua itu adalah keuntungan yang akhirnya kembali pada diri kita sendiri. Mari pertanyaan-pertanyaan tersebut kita tanyakan pada diri kita pribadi, sudahkah kita berhias dengan sifat-sifat tersebut atau paling tidak kita berusaha untuk melakukannya. Jika kita renungi lebih dalam lagi, betapa agung dan luar biasanya sabda baginda Nabi Muhammad yang berbunyi:
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
dan saya kira ungkapan Ibnu Mas'ud sebelumnya tak lain hanyalah merupakan pantulan dari Misykatun Nubuwwah yang elok nan menawan ini. Walhasil, dari poin pertama ini kakak hanya ingin berteman dengan adek dan bersahabat dengan adek atas dasar “cinta” yang hakiki, cinta ini bukanlah cinta seorang lelaki pada kekasihnya, bahkan lebih dari itu semua, karena cinta ini adalah cinta seorang sahabat terhadap sahabatnya, cinta seorang kakak terhadap adeknya. Jika tidak ada hubungan darah dan hubungan nasab antara kita, maka biarkanlah hubungan kita adalah hubungan seiman, seagama dan senasab berupa 'nasab' ilmiah yang insya Allah lebih kekal dan abadi.
Kedua, saat kakak kemarin melihat kamu menangis sambil memelukku dek, kakak jadi teringat kejadian 2 tahun lalu yang hampir sama. Kakak masih ingat sekali bagaimana teman-temanku memeluk kakak sambil menangis dan kakakpun juga melakukan apa yang mereka lakukan, sungguh suasana haru yang menyelimuti hati kakak pada malam itu pun kakak rasakan saat kau menangis sambil memeluk kakak malam itu. Saya masih ingat sekali bagaimana dek Baim, Gus Shabbah, dek Jazuli dan masih banyak yang lainnya, mereka satu persatu memeluk kakak dengan diiringi air mata yang berlinang, sungguh dua kejadian dalam hidup kakak yang hampir sama dan semoga semuanya membawa berkah. Kalau kakak tidak salah, ada satu nasehat yang kakak sampaikan pada teman-teman dan para sahabat kakak pada waktu itu yang menurut kakak sangat tepat dan cocok jika dinasehatkan pada adek sekarang, nasehat itu adalah sebuah ungkapan yang mungkin sangat ringan dan tidak berbobot, akan tetapi kakak yakin bahwa suatu saat nasehat ini akan menjadi satu penghibur dan pelipur lara bagimu. Ungkapan tersebut adalah “temukan keramaian dalam kesendirianmu dan carilah kesendirian dalam keramaianmu”. Jujur dek, kakak tidak tahu dari mana ungkapan ini muncul dalam benak kakak sendiri, tapi yang jelas ungkapan ini secara tiba-tiba terbersit dalam pikiran kakak saat kakak disuruh oleh Gus Wafi ngajar di MA Gondan, Sarang. Waktu itu kakak seringnya hanya tidur di masjid pinggir laut, dekat daerah Gondan, kecamatan Sarang. Seringnya disana kakak sendirian, kalau tidak membaca ya sekedar tidur-tiduran saja, sambil menikmati semilir angin laut yang sangat nyaman itu, sungguh suasana yang satu sisi sangat nyaman, akan tetapi disisi lain hati ini pilu karena sebuah cobaan yang sebenarnya itu semua adalah Imtihan untuk menguji ketegaran, kesabaran dan kekuatan seorang Dliya' yang lemah dan hina ini untuk mengaplikasikan semua ilmu yang telah dipelajari selama ini dalam kehidupan nyata, lebih-lebih jika sudah belajar Ihya'-nya Al-Ghazali atau Hikam-nya Ibnu 'Athaillah, apakah itu semua hanya sebatas bacaan, ma'na gandul saja dan dapat sanad yang tertulis dengan rapi pada secarik kertas yang selanjutnya hanya dijadikan sebagai media anggak-anggakan pada santri yang lain? Kadang dalam jiwa kakak pada waktu itu menyusup rasa rendah diri, sehingga terbersit sebuah perasaan bahwa diri ini sangatlah kerdil, sangatlah kecil dan tidak layak untuk disebut sebagai seorang “santri” yang notabenenya adalah penjaga kesucian dari ajaran agama Islam ini. Dalam kondisi kejiwaan yang demikian inilah ungkapan di atas muncul dengan sendirinya dalam benak kakak, tanpa diminta untuk hadir atau bahkan dicari-cari dalam referensi-referensi kitab yang pernah kakak ngajeni di pesantren dulu, sungguh semua itu belum pernah kakak temukan, ada tidaknya kakak sendiri waktu itu belum tahu dan bahkan sampai sekarangpun kakak sendiri belum menemukan secara pasti, ada atau tidak ungkapan tersebut dalam kitab-kitab ulama kita. Akan tetapi kakak yakin bahwa ungkapan itu bersumber dari hal yang benar, bukan dari sesuatu yang hanya fantasi belaka, bukan pula ini seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab bahwa dia membawa hal yang baru yang belum pernah diketahui oleh orang-orang yang hidup sebelumnya, karena kakak bukan mengatakan tidak ada, akan tetapi belum ketemu.
Perasaan yang selalu muncul dalam hati kakak waktu itu adalah jangan sekali-kali kita mengharap jadi orang besar kalau kita tidak berani untuk sendiri. Kita siap sendiri walaupun tidak ada yang cocok dengan kita, tidak ada yang senang dengan kita, tidak ada yang simpati dengan kita dan masih banyak hal-hal lain yang kesemuanya menuju pada satu titik yang sama, yaitu calon orang besar harus siap untuk sendirian dalam kehidupannya. Sendiri di sini bukan berarti tidak ada teman sama sekali, akan tetapi arti dari kesendirian ini adalah anda siap untuk dimusuhi orang banyak dalam rangka mempertahankan apa yang anda yakini, karena setiap kebenaran yang disuarakan sebagai bentuk kritik terhadap sebuah otoritas yang sudah mapan, pastinya akan banyak mendapat rintangan, karena tentunya banyak 'kerikil' tajam yang ada dijalan anda, sehingga disinilah sebuah keimanan, ketawakkalan dan puncak ketauhidan seseorang diuji. Karena buah dari sebuah Tauhid yang kuat adalah ia tidak takut terhadap apapun kecuali pada Allah dan hal-hal yang memang Allah juga menyuruh kita untuk meminta pertolongan darinya. Dalam posisi seperti inilah, kata ungkapan diatas kakak artikan, yakni kita selalu bisa berusaha menemukan rasa nyaman dan ramai dalam kesendirian kita, karena disitu ada Ma'iyyatullah yang terejawantahkan dalam pertolongan, rasa nyaman (uns) dan tidak merasa takut pada hal apapun. Kata 'ramai' disini bukan berarti Allah bersama dan bareng-bareng dengan kita sebagaimana anda ketahui sendiri, akan tetapi kata 'ramai' adalah merupakan bentuk metafora dari rasa nyaman dan damai yang menghiasi dinding lubuk hati seseorang yang paling dalam. Bukankah anda sudah tahu sendiri bahwa menurut kebiasaannya, seseorang akan merasa damai, nyaman dan senang jika dia berkumpul dengan yang lain, lalu kenapa kita tidak menjadikan rasa damai kita, rasa nyaman kita dan rasa senang kita saat kita bersama-Nya dalam dzikir, munajat dan saat-saat kita tadarus Al-Qur'an maupun ilmu agama yang kesemuanya mempunyai muara yang satu, yaitu taqarrub pada Allah? Sudahkah kakak bisa melaksanakan apa yang ditulis ini? Jawabannya sudah wadhih bahwa kakak belum bisa, akan tetapi janganlah kemudian adek membuang mutiara-mutiara yang telah kakak ambil dari sumber hati yang paling dalam ini, untuk kemudian kakak untai dengan kata-kata yang entah sesuai dengan kaidah penulisan atau tidak ini dalam tong sampah, jangan dek! Akan tetapi ambillah yang bisa kau ambil, karena kebijakan atau hikmah adalah harta orang mukmin yang hilang, dia bisa menemukannya di mana saja dan pada siapa saja, walaupun melalui orang yang jelek seperti saya ini. Sekilas ulasan inilah kira-kira maksud dari ungkapan “temukanlah keramaian dalam kesendirianmu”, ulasan kakak ini tidak menutup kemungkinan akan adanya elaborasi dan interpretasi ulang yang berbeda sesuai dengan kemampuan rasionalitas, tekstualitas dan intuisi masing-masing dari kita.
Adapun ungkapan “carilah kesendirian dalam keramaianmu” yang merupakan bagian kedua dari wangsit (kalau bisa di sebut wangsit..hehehe) yang terbersit dalam hati kakak waktu itu adalah ajakan kepada diri kakak pribadi agar tidak merasa nyaman, merasa aman, tidak merasa bahagia dan senang saat berkumpul dengan makhluk, lebih-lebih dengan orang-orang yang kita cintai, karena pada dasarnya semua itu merupakan makhluk yang ujung-ujungnya pun akan punah dan rusak juga. Lalu mengapa kita terlalu bergantung pada makhluk yang tidak bisa memberi dan menciptakan manfaat ataupun bahaya sama sekali pada yang lain? Sebenarnya ada ungkapan yang lebih ekstrim lagi dari ungkapan saya di atas, yaitu ungkapan baginda Nabi Muhammad dalam salah satu hadisnya yang berbunyi:
لا يدخل أحدكم الجنة بعمله, قالوا: ولا أنت يا رسول الله؟ قال: ولا أنا إلا أن يتغمدني الله برحمته
tidaklah kalian bisa masuk surga dikarenakan amal perbuatan kalian. Para sahabat bertanya: “lalu bagaimana dengan engkau duhai Rasulullah?”, “saya pun juga tidak, andaikan Allah tidak melindungiku dengan rahmat-Nya”.
Coba kita merenung bersama, bukankah amal itu juga makhluk? Kalau urusan masuk surga saja baginda Nabi memberi sebuah batasan yang sangat ekstrim bahwa amal seseorang tidaklah sama sekali bisa menjadi penolong baginya masuk surga, lalu bagaimana dengan yang lain? Dari semisal misykatun nubuwwah seperti inilah muncul mutiara Hikam yang dengan indah nan elok itu. Semisal ungkapan dibawah ini:
من علامة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل
dari semua inilah dek, kita hendaknya merasa bahwa rasa nyaman kita, rasa senang kita dan rasa bahagia kita hendaknya jangan didasarkan pada makhluk, karena suatu saat makhluk akan hilang, akan sirna dan tidak menutup kemungkinan bahwa makhluk yang selama ini kita jadikan sandaran, ternyata dalam waktu yang lain malah dialah pertama kali yang memusuhi, melawan dan manjadikan kita susah sendiri, makhluk apapun itu. Kakak kira ungkapan yang terbersit dalam jiwa kakak di atas tidaklah berlebihan, karena setelah kakak renungi, semua itu ternyata bereferensi dari ungkapan para ulama, shufiyah dan orang-orang bijak diatas.
Walhasil, satu hal yang ingin kakak pesankan dalam poin kedua ini. Janganlah engkau takut untuk sendirian, karena orang besar adalah orang yang siap untuk sendiri, karena pada dasarnya memang dia tidak akan bersandar kecuali hanya pada Allah semata, hanya pada Allah dia temukan kenyamanannya, hanya pada Allah dia temukan kebahagiaannya dan hanya pada Allah dia temukan kedamaiannya. Kiranya sampai disini dulu bingkisan ini saya tulis, mungkin agak telat kalau disebut sebagai bingkisan lebaran, karena lebaran telah lewat beberapa hari yang telah berlalu, akan tetapi saya yakin adek bisa mengambil sedikit manfaat dari tulisan sederhana ini. Tetap semangat dek ya dalam menggapai cita-citamu, jaga kesehatan, udahlah jangan puasa dawud lagi cukup senin kamis, masih ada hal lain yang lebih penting untuk kau kerahkan tenagamu untuknya, semisal hapalan Al-Qur'an yang selama ini kau idam-idamkan dulu. Lagi pula kakak sudah mulai menguap dan ngantuk, karena dalam keheningan malam kakak tulis surat ringkas dan sederhana ini, sebagai media dialog, diskusi dan silaturrahim fikri dengan panjenengan. Cukup sekian, nanti bisa kita lanjutkan lagi diskusinya lebih intens, doakan agar semua yang kakak cita-citakan dapat tercapai serta diridhai oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Salam untuk Gus Lukman serta Ustadz Innaka, jangan lupa mintakan doa untuk saya ya....hehehehe. Semoga kita di ridhai-Nya. Wassalam.




Sayung, 16 Syawal 1434 H
Dliyaul haq



NB: Maaf ya dek, bingkisannya telat. Semoga tetap bermanfaat dan terasa pas untuk lebaran.
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger