Advertise 728x90

TADARUS AL-QUR’AN [5]; Adzab

Written By Unknown on Saturday, November 11, 2017 | 3:22 PM



Salah satu kata yang dipilih oleh al Qur'an untuk menunjukkan makna "siksa" adalah redaksi (عذاب). Namun, ada sedikit kebingungan yang merengsek direlung hati saya saat membaca kata "Adzab" dengan menggunakan arti "siksa". Kenapa? Mungkin bagi teman-teman secara umum tidak ada yang aneh, tapi bagi sebagian teman yang pernah sedikit berinteraksi dengan bahasa Arab, saya kira akan mengalami sedikit keanehan. Seperti halnya saya ini yang baru sedikit berinteraksi dengan Bahasa Arab. Hal ini berbeda dengan sebagian lain yang sudah banyak berinteraksi, mungkin malah tidak ada lagi yang aneh baginya.
Di mana letak keanehannya? Begini, setahu saya, kata "Adzab" di ambil dari kata "'Adzb" yang bermakna segar. Salah satu contohnya adalah adanya redaksi (الماء العذب) yang bermakna air segar, enak nan lezat. Nah, dari sinilah kebingungan bermula. Kalau siksa di sebut dengan "Adzab", sedang "Adzab" di ambil dari kata "’Adzb" yang bermakna segar, lalu masak siksaan itu menyegarkan? Mestinya kan malah menyakitkan tho? Lalu bagaimana ini solusinya, kok nggak ketemu nalar?
Banyak ulasan menarik yang dikemukakan oleh para Mufassir yang sekaligus pakar Bahasa dalam menjawab kegelisahan hati saya tadi, Alhamdulillah. Walaupun ada kesan seolah-olah othak-athik gathuk bahasa, tapi itu bagus.
Muhammad Thahir Ibnu Asyur, seorang pakar Maqhashid dan penulis Tafsir kenamaan menjelaskan dalam buku "Tahrir Wat Tanwir" sebagai berikut:
وقد قيل إن أصله الإعذاب مصدر أعذب إذا أزال العذوبة لأن العذاب يزيل حلاوة العيش
"Ada yang mengatakan bahwa asal muasal (kata "Adzab") dari kata "I'dzaab" yang artinya menghilangkan "adzb/kesegaran/kelezatan". (Kenapa siksa di sebut dengan "adzab"?) Sebab siksa itu bisa menghilangkan enaknya kehidupan"
Apa yang telah di lakukan oleh Ibnu Asyur tersebut tak lain adalah sebuah upaya untuk menemukan titik keserasian antara diksi yang dipakai oleh al-Qur'an dengan makna terjemahan dan realitas yang di inginkan.
Berbeda lagi adalah pemaparan Al-Baidhawi yang boleh dikatakan meng-copy paste keterangan yang disampaikan oleh Az-Zamakhsyari, seorang pakar bahasa penganut aliran teologi Mu'tazilah (kaum Rasionalis). Hal ini tidak mengherankan, sebab memang bisa dikatakan bahwa al-Baidhawi hanyalah meringkas Tafsir Al-Kassyaf dan membuang bagian I´tizal yang ada. Walaupun oleh teman saya yang Alim dan menjadi Imam Jomblo abad ini, Gus Zuhurul Fuqohak, kesan I'tizal dalam Tafsir Gubahan Al-Baidhawi pun masih ada.
Oke, saya tidak mau panjang-panjang membahas dan memaparkan sisi I'tizal tadi, sebab itu bukan tema pembicaraan kita sekarang. Bisa jenggoten nanti. Al-Baidhawi menyatakan:
العذاب كالنكال بناء ومعنى. تقول عذب عن الشيء ونكل عنه إذا أمسك ومنه الماء العذب لأنه يقمع العطش ويردعه
"Kata "al Adzab" seperti halnya kata "an-nakal" baik dari sisi bentuk kata maupun makna. Engkau katakan "Adzaba 'Anis Syai’ Wa Nakala 'anhu" dengan arti menahan sesuatu tersebut. Dari sini pula redaksi "al Maa' Al Adzbu" yang berarti air segar, sebab air segar bisa meleburkan kehausan dan menghilangkannya"
Saya memahami bahwa air segar yang bisa menghilangkan kehausan disebut dengan "’adzb" sebab dia bisa menahan seseorang untuk tidak jatuh dalam susahnya haus. Sebagaimana "’Adzab" yang seolah menjadi pengingat bagi kita, sehingga dengan ingat siksa itu kita bisa menahan diri untuk tidak terjatuh dalam susahnya siksaan di neraka. Titik temunya ada pada "menahan".
Trus maksudnya apa dengan tulisan ini? Ya, saya baru saja mendengar penjelasan salah seorang intelektual muslim dari kalangan tetangga yang mengatakan bahwa tafsir itu bukanlah menjelaskan al-Qur'an, sebab al-Qur'an sendiri sudah sangat jelas. Kalau di jelaskan lagi, maka sama saja dengan mengatakan al-Qur'an tidak jelas. Padahal sudah jelas dikatakan:
تبيانا لكل شيء...علمه البيان
Dan masih banyak ayat-ayat lain yang mengindikasikan bahwa al-Qur'an itu sudah jelas dan tidak perlu di Tafsiri lagi. Tapi menurut saya pribadi, al-Qur'an sangatlah perlu untuk di Tafsiri, terlebih lagi untuk orang sekarang ini. Tafsir dalam arti menguraikan makna al-Qur'an kepada orang-orang awam yang tentunya sangat sulit mencerna al-Qur'an yang di turunkan dengan bahasa super luar biasa. Seperti saya contohkan di atas. Itu baru satu kata, lalu bagaimana dengan ribuan kata lain dalam al-Qur’an?
Wallahu A'lam, monggo nge-Juz...
Ahmad Atho "Saya memahami bahwa air segar yang bisa MENGHILANGKAN kehausan di sebut dengan "adzb" sebab dia bisa MENAHAN seseorang untuk tidak jatuh dalam susahnya haus. Sebagaimana "Adzab" seolah menjadi PENGINGAT bagi kita sehingga DENGAN INGAT adzab itu kita bisa menahan diri untuk tidak terjatuh dalam susahnya siksaan di neraka. Titik temunya ada pada "menahan"."

============
Saya masih kurang paham dengan kata2 yg saya tulis besar diatas mas.
Fungsi air yg disifati Adzb antara MENGHILANGKAN dan MENAHAN, bukannya yg pertama itu rof'u dan yg kedua daf'u ya?.
Yg pertama sudah dirasakan dan yg kedua belum dan tidak dirasakan.
Karena yg saya pahami air itu bisa disifati Adzb hanya jika sudah diminum dan dirasakan sehingga bisa menghilangkan haus. Begitu juga adzab, suatu siksaan bisa dikatakan adzab jika dirasakan dan bisa menghilangkan kenikmatan.
Kalo hanya karena bisa MENAHAN, memberi kita pelajaran agar "menahan diri untuk tidak terjatuh dalam susahnya siksaan neraka" seperti penjelasan sampean, berarti semua yg sifatnya seperti ini bisa kita namakan ADZAB dong?
Mohon pencerahannya
Dhiya Muhammad Alhamdulillah mas Ahmad Atho mau komentar. Jadi semua ini bermula dari kata "Imsak" yang saya pahami dr penjelasan al-Baidhawi di atas.
1.    Air ‘Adzb=imsak. Cuma imsak dlm air di atas disebut dg Qom'u yg secara mudah bermkna menghilangkan.
2.    Siksa juga disebut dengan ‘adzab=imsak. Di mana sisi Imsak-nya klo sudah di rasakan? Nah, akhirnya saya pahami dengan demikian. Sebab klo sudah di siksa, maka pengambilan kata ‘Adzab dari Imsak tidak pas.
Itu yg saya pahami. Kalau salah, bisa koreksi
Moh Najib Buchori Bisa dianalisis menggunakan pendekatan tematik lafdzi atau mustolahi, bisa pula pakai semantik. Pertama-tama coba cari penggunaan kata adzab pada syiir jahili, apakah kata tersebut sudah digunakan untuk menunjuk makna siksa? Kalau sudah berarti nggak ada musykilah.
Dhiya Muhammad Memang problem yang timbul dari model analisa tafsir di atas kalau saya rasakan malah menimbulkan rasa othak athik mathuk atau kalau tidak begitu ya hanya pada Wadh'un Tsanin atau makna kedua. Seolah istilah siksa dengan bahasa ‘Adzab itu bermakna kemudian, bukan Ashl Wadh'ul Lughoh..

Nah mungkin nanti yang ditawarkan oleh Ustadzuna
Moh Najib Buchori insya Allah akan saya coba..https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png
Moh Najib Buchori Maksud saya, perlu dilacak apakah ‘adzab dalam pengertian siksa merupakan makna leksikal atau makna dasar yang berpolisemi? Kalau iya, kata yang berpolosemi tidak perlu dikembalikan kepada kata lain. Kalau tidak, perlu diteliti perkembangan pemakaian kata tersebut di dalam al-Qur'an hingga membentuk makna relasional yang kemudian memjadi istilah khas al-Quran, seperti kata iman dan taqwa.



Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger