Alhamdulillah, pada siang hari
tadi kita telah melewati hari ke-4 pada bulan puasa tahun ini, seolah-olah
tanpa terasa sama sekali kalau kita sedang berpuasa. Entah kenapa saya
merasakan waktu begitu cepat dan empat hari Ramadhan berlalu begitu saja tanpa
di isi dengan amaliah yang menunjang peningkatan kadar ketakwaan kita. Tapi ya
sudahlah, yang penting kita sudah berusaha.
Oh iya, membicarakan tentang
takwa, ada sebagian orang—dan mungkin saya termasuk dari ‘sebagian’ tersebut—yang
menduga bahwa "takwa" itu merupakan hasil atau buah
yang dihasilkan dari berbagai macam amaliah ibadah. Dan dalam membenarkan
dugaan ini, mereka pun tak jarang menjadikan ayat-ayat suci al-Qur'an sebagai
legitimasi pembenaran. Semisal kasus puasa yang sedang kita jalankan ini, maka
mereka mengatakan bahwa tujuan berpuasa adalah untuk meraih ketakwaan, ini
sesuai dengan firman Allah:
لعلكم تتقون
"Agar
kalian bertakwa"
Jadi, seolah-olah takwa itu
adalah hasil, menjadi orang bertakwa adalah tujuan. Kurang lebih begitulah
pemahaman sebagian umat Islam, dan saya sendiri beberapa waktu yang lalu juga
memiliki pemahaman yang demikian juga. Namun dalam satu kesempatan, saya
menemukan bahwa takwa dan predikat "Muttaqin" itu bukanlah
hasil, namun itu lebih pada proses. Pemahaman yang demikian ini saya dapatkan
setelah membaca tafsir imam As-Suyuti atas surat al-Baqoroh ayat ke-2. Dalam
tafsirnya as-Suyuti mengatakan:
(المتقين) الصائرين إلى التقوى بامتثال
الأوامر واجتناب النواهي
"[Untuk
orang-orang yang berpredikat Muttaqin] (yakni) orang-orang yang berubah menuju
kepada ketakwaan dengan menuruti segala perintah dan menjauhi semua larangan"
Dari tafsiran as-Suyuti di
atas, saya memahami bahwa sebenarnya Takwa adalah proses secara kontinue yang
dilakukan seseorang guna menggapai ridha Allah. Sebab jikalau kata "Muttaqin"
diartikan sebagai "orang yang sudah"—bukan sedang berproses—niscaya
kata "Huda" yang bermakna petunjuk tidak akan memberikan makna
apa-apa, sebab seorang dengan predikat sudah takwa, tidaklah lagi diberi petunjuk,
karena hidupnya sudah dipenuhi dengan berbagai warna warni petunjuk.
Takwa dengan makna proses ini
pun akan lebih memberikan harapan bagi orang-orang seperti saya, sebab secara
otomatis pemaknaan tersebut akan memberikan sugesti ringan bagi siapa saja.
Berbeda jikalau takwa di artikan sebagai sebuah kedudukan dan posisi spiritual
tertentu yang hanya bisa di tempati oleh orang-orang yang tertentu pula,
tentunya secara psikis pemahaman yang sedemikian ini akan menjadikan
orang-orang yang masih hitam menjadi minder, bahkan untuk berkumpul dengan
mereka yang sudah nampak putih pun minder pula. Berbeda dengan makna proses, karena
kesan psikologis yang ditimbulkan adalah bahwa semua manusia pada hakekatnya
sama, sedang berproses menjadi putih nan indah, yang membedakan adalah sebagian
lebih dahulu, sedang yang lain belakangan.
Marilah
kita berproses..
0 komentar