Advertise 728x90

TADARUS AL-QUR´AN (3); Madzhab

Written By Unknown on Monday, November 6, 2017 | 6:37 AM



Beberapa waktu yang lalu, komunitas Lincak Jebol (LJ) yang di pandegani oleh Ust. Alis Asyiqin menggelar diskusi dan jagongan bareng dengan tema "Hitam-Putih bermadzhab". Dalam kesempatan tersebut di datangkan dua orang Nara sumber yang sudah cukup beken dan handal kalau hanya sekedar untuk berbicara masalah Madzhab ini, yakni Ust. Shofy Muhyiddin yang merupakan salah satu lulusan al-Azhar University dan Kyai Amir Ali yang merupakan salah satu pengasuh Pon-pes Nahdhatus Syubban, Sayung-Demak.
Setelah berbicara ngalor ngidul, hampir semua sepakat bahwa bermadzhab merupakan sesuatu yang urgent dan sebuah keniscayaan yang tidak bisa di tawar lagi. Terlebih lagi bagi umat Islam di era sekarang ini, di mana kebodohan lebih nampak dominan dari pada ilmu. Bermadzhab merupakan solusi yang paling selamat bagi siapa saja yang ingin memahami ajaran Islam dengan selamat dan mudah. Tetapi terkadang masih saja terbersit dalam hati sebagian umat Islam sebuah pertanyaan; "Adakah dalilnya—entah dari al-Qur'an maupun Hadis Nabi—bahwa seseorang itu harus bermadzhab?"
Menanggapi pertanyaan di atas, bagi orang-orang alim yang sudah bergelut dengan ratusan ayat dan hadis Nabi, beserta dengan literatur Islam yang begitu kaya, tentunya sangat mudah dan tidak perlu banyak mengeluarkan keringat kalau hanya untuk sekedar menjawab. Nah, yang menjadi problem adalah masyarakat awam seperti saya ini yang kalau kita mau jujur, populasinya ternyata lebih banyak. Lalu bagaimana mereka harus menjawab? Kalau dijawab pokoke ikut kyai, maka para penentang madzhab tersebut pasti akan menjawab: "Kyai kan juga manusia biasa yang bisa salah, langsung saja ikut Qur´an Hadis, pasti benar". Lalu bagaimana?
Kalau menurut saya pribadi, cukup kita sodorkan saja surat al Fatihah. Pada ayat ke 6-7 dari surat al-Fatihah tersebut terdapat sebuah doa agar setiap orang yang membacanya itu mendapatkan petunjuk untuk selalu berjalan dan menetapi Sirata-l-Mustaqim.
اهدنا الصراط المستقيم
Lalu apakah yang di maksud dengan Sirata-l-Mustaqim tersebut? Ayat selanjutnya memaparkan bahwa jalan yang lurus itu bukanlah yang langsung mengikuti al-Qur'an maupun Hadis. Tetapi lebih pada mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang yang mendapatkan nikmat dari Allah. Di firmankan:
صراط الذين أنعمت عليهم
Siapakah mereka? Dalam pembahasan keilmuan dan tatacara memahami ilmu keislaman, saya lebih memahami bahwa yang di maksud dengan "orang-orang yang engkau beri nikmat" adalah para Ulama Mujtahid sepanjang dan setiap masa yang diberi cahaya oleh Allah untuk bisa memahami rahasia di balik teks-teks suci al Qur'an maupun hadis. Ayat surat Fatihah di atas merupakan legitimasi bagi sebagian umat Islam yang dalam tatacara ber-Islam-nya tidaklah langsung merujuk pada tekstualis Qur'an maupun hadis. Bahkan bukan sekedar legitimasi, kalau redaksi doa di atas pun kita maknai sebagai sebuah perintah, maka hukum mengikuti para Ulama bagi mereka yang awam adalah sebuah kewajiban.
Wallahu a'lam.



Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger