Beberapa waktu yang lalu,
komunitas Lincak Jebol (LJ) yang di pandegani oleh Ust. Alis Asyiqin menggelar
diskusi dan jagongan bareng dengan tema "Hitam-Putih bermadzhab".
Dalam kesempatan tersebut di datangkan dua orang Nara sumber yang sudah cukup
beken dan handal kalau hanya sekedar untuk berbicara masalah Madzhab ini, yakni
Ust. Shofy Muhyiddin yang merupakan salah satu lulusan al-Azhar University dan
Kyai Amir Ali yang merupakan salah satu pengasuh Pon-pes Nahdhatus Syubban,
Sayung-Demak.
Setelah berbicara ngalor
ngidul, hampir semua sepakat bahwa bermadzhab merupakan sesuatu yang urgent dan sebuah keniscayaan yang tidak bisa di
tawar lagi. Terlebih lagi bagi umat Islam di era sekarang ini, di mana
kebodohan lebih nampak dominan dari pada ilmu. Bermadzhab merupakan solusi yang
paling selamat bagi siapa saja yang ingin memahami ajaran Islam dengan selamat
dan mudah. Tetapi terkadang masih saja terbersit dalam hati sebagian umat Islam
sebuah pertanyaan; "Adakah dalilnya—entah dari al-Qur'an maupun Hadis
Nabi—bahwa seseorang itu harus bermadzhab?"
Menanggapi pertanyaan di atas,
bagi orang-orang alim yang sudah bergelut dengan ratusan ayat dan hadis Nabi,
beserta dengan literatur Islam yang begitu kaya, tentunya sangat mudah dan
tidak perlu banyak mengeluarkan keringat kalau hanya untuk sekedar menjawab.
Nah, yang menjadi problem adalah masyarakat awam seperti saya ini yang kalau
kita mau jujur, populasinya ternyata lebih banyak. Lalu bagaimana mereka harus menjawab?
Kalau dijawab pokoke ikut kyai, maka para penentang madzhab tersebut pasti akan
menjawab: "Kyai kan juga manusia biasa yang bisa salah, langsung saja
ikut Qur´an Hadis, pasti benar". Lalu bagaimana?
Kalau menurut saya pribadi,
cukup kita sodorkan saja surat al Fatihah. Pada ayat ke 6-7 dari surat
al-Fatihah tersebut terdapat sebuah doa agar setiap orang yang membacanya itu
mendapatkan petunjuk untuk selalu berjalan dan menetapi Sirata-l-Mustaqim.
اهدنا الصراط المستقيم
Lalu apakah yang di maksud
dengan Sirata-l-Mustaqim tersebut? Ayat selanjutnya memaparkan bahwa
jalan yang lurus itu bukanlah yang langsung mengikuti al-Qur'an maupun Hadis.
Tetapi lebih pada mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang yang
mendapatkan nikmat dari Allah. Di firmankan:
صراط الذين أنعمت عليهم
Siapakah
mereka? Dalam pembahasan keilmuan dan tatacara memahami ilmu keislaman, saya
lebih memahami bahwa yang di maksud dengan "orang-orang yang engkau
beri nikmat" adalah para Ulama Mujtahid sepanjang dan setiap masa yang
diberi cahaya oleh Allah untuk bisa memahami rahasia di balik teks-teks suci al
Qur'an maupun hadis. Ayat surat Fatihah di atas merupakan legitimasi bagi
sebagian umat Islam yang dalam tatacara ber-Islam-nya tidaklah langsung merujuk
pada tekstualis Qur'an maupun hadis. Bahkan bukan sekedar legitimasi, kalau
redaksi doa di atas pun kita maknai sebagai sebuah perintah, maka hukum
mengikuti para Ulama bagi mereka yang awam adalah sebuah kewajiban.
Wallahu
a'lam.
0 komentar