Advertise 728x90

KENAPA "ROSM UTSMANI"?

Written By Unknown on Tuesday, July 4, 2017 | 10:13 PM



Dari dulu saya tidak paham, kenapa harus ada "Rosm Utsmani" dalam tatacara penulisan Mushaf al-Qur'an. "Bukankah sama saja makna yang ditimbulkan dari penulisan Khot tersebut?", begitu batinku dulu. Ya, maklum, saya ini hanya santri yang ngaji-nya dulu nggak kitab-kitab yang aneh-aneh, paling-paling ya Sullam Taufiq, Taqrib dan semisalnya. Jadi ya kurang paham masalah sampai "Rosm Utsmani" segala.
Nah, baru kali ini saya browsing-browsing dan menemukan kitab bagus. Saya katakan bagus, sebab kitab tersebut sedikit membuka mata saya yang selama ini buta tentang "Rosm Utsmani" dan memberikan gambaran kepada saya yang bodoh ini tentang alasan kenapa al-Qur'an ditulis dengan "Rosm Utsmani". Sehingga akhirnya saya sedikit tahu, bahwa setiap penulisan al-Qur'an dengan Rosm Utsmani yang berbeda antara satu dan yang lain itu, ternyata juga memiliki konsekwensi makna yang berbeda pula. Wow, betapa hebatnya al-Qur'an ini ya, bahkan dalam sisi cara penulisannya pun memiliki keistimewaan. Luar biasa.
Saya ingin sedikit mencontohkan Faidah penulisan al-Qur'an dengan "Rosm Utsmani". Semisal dalam kata (الكتاب), dalam semua surat bermakna "al-Qur'an" atau "Lauhu-l-Mahfudz". Oleh karenanya, dalam semua surat, kata (الكتاب) dengan tanpa huruf alif (ا) di antara huruf Ta' (ت) dan Ba' (ب). Kenapa demikian? Sebab al-Qur'an itu merupakan kitab suci yang amat sangat mudah dipahami oleh manusia dan sangat jelas pula proses turun (Tanzil)-nya. Pembungan Alif ini salah satu maknanya—menurut penulis Kitab tersebut—adalah untuk menunjukkan sesuatu yang dekat. Wallahu A'lam, saya sendiri kurang begitu paham korelasi antara pembuangan Alif dan mudahnya dipahami. Mungkin teman saya yang juga master dalam bab al-Qur'an dan Rosm Utsmani, Ustadzuna Ahmad Atho, bisa sedikit memberikan pencerahan nanti.
Tapi saya menangkap bahwa tujuan utama pembuangan dan penulisan alif pada kata (الكتاب) adalah sebagai pembeda. Mari kita perhatikan penjelasan berikut ini. Dalam semua surat al-Qur'an, kata (الكتاب) ditulis dengan membuang Alif, kecuali di 4 tempat sebagai berikut ini:
1. Pada surat Ar-Ro'du ayat ke-38.
{ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ } [الرعد: 38]
pada ayat tersebut, kata (الكتاب) ditulis dengan Alif, sebab maknanya bukan lagi "al-Qur'an" atau "Lauhu-l-Mahfudz". Tetapi waktu yang telah ditetapkan. Setelah potongan ayat, ini sebenarnya ada juga kata (الكتاب) lagi, tapi ditulis dengan membuang Alif, sebab bermakna "Lauhu-l-Mahfudz". Tepatnya pada ayat:
{يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَبِ } [الرعد: 39]
2. Pada surat al-Hujr ayat ke-4.
{وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا وَلَهَا كِتَابٌ مَعْلُومٌ } [الحجر: 4]
pada ayat al-Hujr ini pun, kata (الكتاب) bermakna waktu atau tempo atau ajal, bukan bermakna "al-Qur'an" atau "Lauhu-l-Mahfudz".
3. Pada surat al-Kahfi ayat ke-27.
{وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ } [الكهف: 27]
Dalam ayat di atas, kata (الكتاب) bermakna "al-Qur'an". Di tulis dengan tanpa membuang Alif sebab kata (الكتاب) sudah di idhafah (sandar) kan pada kata (رَبِّكَ) yang secara otomatis memberikan makna "al-Qur'an". Berbeda dengan dua ayat sebelumnya.
4. Pada surat an-Naml ayat ke-1.
{طس تِلْكَ آيَاتُ الْقُرْآنِ وَكِتَابٍ مُبِينٍ } [النمل: 1]
Dalam ayat surat an-Naml ini pun kata (الكتاب) ditulis dengan tanpa membuang alif, sebab sudah maklum bahwa maknanya adalah al-Qur'an, karena dia sudah di 'Athafkan pada kata (الْقُرْآنِ) yang mau tidak mau adalah menunjukkan makna al-Qur'an, bukan makna lainnya.
Dari keempat ayat di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tujuan utama pembuangan maupun penulisan Alif adalah untuk membedakan antara (الكتاب) dengan makan "al-Qur'an dan Lauhu-l-Mahfudz" dengan kata (الكتاب) yang menggunakan makna lain. Dan dari sini pula, kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya para penulis wahyu dan mayoritas sahabat itu amat sangat paham tentang isi al-Qur'an, sehingga kepahaman mereka ini menuntut mereka untuk merealisasikannya, termasuk dalam tatacara penulisan al-Qur'an.
Wallahu A'lam.

Catatan:
Ahmad Atho: Ada perbedaan pandangan memang antara para ulama, bagi ulama ahli sejarah, Rasm Utsmani memang tak ada urusan dengan makna, bahkan ada yang mengatakan bahwa makna2 yg dijelaskan oleh ulama rasm, seperti contoh dalam ts, itu hanya mengada-ada.
Tapi bagi ulama ahli Rasm Utsmani, mereka meyakini ada makna tersembunyi dari setiap huruf yang tertulis, oleh karena itu wajib mengikuti penulisan Rasm Utsmani, tidak boleh menggunakan Rasm Qiyasi/ imla' 'adiy, karena bisa menghilangkan makna2 itu.
Diantara kitab yg mengulas makna2 isyari atau makna batin dari huruf-huruf yang ditambahkan, dikurangi, diganti, disambung atau dipisah adalah kitab Unwanud Dalil fi Marsumi khottit Tanzil, karya Ibnul Banna.

Ahmad Nashiih: Nderek usul sak nyeplose yaa. Hehee
Saya pribadi setuju dg statemen bahwa penulisan dg rosm usmani atau tidak tidak mengubah makna, apalagi tipikal alQur'an adlh hammalatul wujuuh,, hanya saja menghilangkan sirrul i'jaz yg hanya dipahami oleh orang2 khusus.Wallahu a'lam.
Ahmad Atho: Ada ulama yg berkomentar begini. Sebenarnya mengatakan ADA DUA PENDAPAT dalam hal penulisan Rasm Utsmani itu tidak tepat..Karena dua pendapat ini sangat jauh kualitasnya..
Pendapat pertama, wajib mengikuti Rasm Utsmani, adalah ijma' para ulama salaf, sejak masa sahabat.
Lalu baru pada abad 5 Hijriyah ada pendapat yg menyelisihinya, dipelopori oleh Al Baqilani, lalu pada abad selanjutnya ada yg mendukungnya, yaitu Izzuddin bin Abdissalam, lalu beberapa abad setelahnya ada lagi yg mendukung pendapat ini, meski banyak ulama yg mengatakan bahwa dia berpendapat pada sesuatu yang bukan bidangnya, yaitu Ibnu Khaldun.
Jadi menyandingkan dua pendapat itu sangat tidak layak, yang pertama adalah ijma', dan yang kedua adalah pendapat segelintir ulama muta-akhirin. Dikatakan segelintir karena lebih banyak yg tetap mengikuti pendapat pertama.
(At Tabyin fi Hija-it Tanzil).
Ahmad Nashiih: Bukankah Ibn Abdissalam kurunnya jauh di bawah Abu Dawud sang muallif al-Tabyiin, gih? Kok nama beliau bisa disebut?

Dhiya Muhammad: cma masalahnya kalau memang penulisan rosm utsmani itu ijma' apa ulama2 yg menyelisihi itu tdk tau mas? pdhl mereka hebat2 lo, al baqillani dan Ibn abdissalam. pdhl munkirul ijma' sendiri jg berat sanksine...https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png:-) pripun niku mas?

Ahmad Atho: Maaf, maksud saya kitab Mukhtasarut Tabyin fi Hija-it Tanzil.
Mengenai apakah beliau tidak tahu kalau menyalahi ijma', saya lebih suka mengomentari sebagaimana Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf dalam kitab Majmu'atu Sab'ati Kutubin Mufidah ketika mengomentari Ibnu Arabi, beliau berkata :
وإنما غايته أنه أخطأ في الاجتهاد وهو غير قادح في صاحبه إذ كل من العلماء مأخوذ من قوله ومردود عليه إلا المعصومين
Ahmad Nashiih: Versi al-Zarkasyi / Al-Suyuthi malah ada 3 pendapat soal keharusan mematuhi rasm. Saya pribadi memilih fair saja, ini masalah khilafiyah, karena itu kenyataannya.

ليس بعد الواقع مزيد بيان
Tp penjelasan d alburhan/manahilul irfan yg mengutip pendapat Ibn Abdissalam sedikit dikritisi oleh ahli ilmu rosm kontemporer dr Irak, Ghanim Qadduri al-Hamad dlm disertasinya; Rasm alMushaf; Dirasah Luqhawiyyah Tarikhiyyah. Bisa didownload.

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger