Advertise 728x90

AKHLAK KARIMAH

Written By Unknown on Monday, February 13, 2017 | 8:20 PM


Kalau kau bertanya kepadaku:
"Apa itu Akhlak Karimah?",
Maka perhatikan dan lihatlah Imam Abu Ishaq As-Shirazy berikut ini.

**1**
Suatu hari Imam Abu Ishaq As-Shirazy--salah seorang Ahli Fiqh kenamaan dalam Madzhab Syafi'i, penulis kitab al-Muhadzab, al-Luma' dan masih banyak yang lain--memanggil salah satu santrinya dan berkata:

"Nak, aku mewakilkan kepadamu untuk membelikan aku sepotong roti dan sebungkus minyak zaitun, dengan mangkok ini sebagai alat pembayarannya", sambil beliau memberikan sebuah mangkok kepada salah satu santrinya.

"Nanti, setelah membeli, letakkan roti dan zait itu pada mangkok yang ini", beliau kembali memberikan mangkok yang hampir sama dengan mangkuk yang pertama.

Berangkatlah kang santri guna menjalankan titah sang guru membeli roti dan minyak zait. Namun, ditengah jalan kang santri ini lupa dan ragu, tadi mangkok manakah yang dijadikan sebagai alat bayar, dan mangkok mana yang dijadikan sebagai tempat roti dan minyak zait. Tapi kan sama saja, semuanya adalah mangkok milik gurunya. Tanpa pikir panjang, kang santri pun membelikan roti dan minyak dari salah satu mangkok yang ada di tangannya, dan bergegas pulang. Roti dan minyak Zaitun ia serahkan kepada sang guru, namun keraguan masih menyelinap di sela-sela kalbunya, dengan rada gemetar ia berkata kepada sang guru:

"Syaikh, Maaf, tadi saya sebenarnya ragu dan lupa, mangkok manakah yang seharusnya digunakan untuk membeli dan mangkok manakah yang digunakan sebagai tempat/wadah"

Mendengar penuturan santrinya tersebut, Syaikh Abu Ishaq pun meletakkan roti dan minyak Zaitun yang sudah berada di tangan beliau. Tangan Beliau tidak lagi menyentuh roti maupun minyat Zaitun tersebut, beliau berkata:

لا أدري اشترى الذي وكلته أم بالأخرى

"Aku tidak tahu, apakah dia membeli dengan apa yang aku wakilkan kepadanya atau dengan yang lain"

Note:
1.    Dalam Bab Wakalah. seorang wakil (yang dipasrahi) yang sudah mendapatkan mandat dari Muwakkil (orang yang memasrahkan) dengan sesuatu yang tertentu, maka dia harus mengikuti apa yang menjadi syarat Muwakkil, kalau tidak maka tidak sah. Kalau tidak sah, Hasilnya pun juga haram. Dalam Fiqh dikatakan:

والوكيل أمين فيما يقبضه وفيما يصرفه وإن قيد بشيء، اتبع
"Seorang wakil adalah orang yang amanat terhadap apa yang dia terima dan apa yang dia belanjakan. jikalau wakalah di tentukan dengan sesuatu (oleh Muwakkil), maka harus diikuti"
2.    Imam Abu Ishaq sudah sangat paham bahwa akad yang tidak sah sesuai Syariat, maka hasilnya pun juga haram. Bisa saja beliau berkelit denga kaidah "keyakinan tidak bisa dikalahkan dengan keraguan", karena memang kenyataannya sang murid lupa, tetapi beliau memilih wara', dengan tidak mau menyentuh sama sekali roti dan zaitun tersebut.

**2***

Pernah dalam satu waktu, Syaikh Abu Ishaq sedang berjalan bersama dengan santri-santri beliau menyusuri lorong-lorong kawasan Iraq. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menghalangi perjalan mereka. Dengan keras dan penuh amarah, salah satu muridnya membentak-bentak anjing tersebut, mengusirnya dan bahkan hampir saja melemparinya dengan batu. Sambil mengumpat-umpat:

 "Hewan najis, huss".

Mendengar hal itu, Syaikh Abu Ishaq marah, beliau menyuruh salah satu muridnya tersebut untuk diam dan tidak boleh mengusir apalagi membentak-bentak anjing tersebut. Dengan sedikit marah beliau berkata:

لم طردته عن الطريق أما علمت أن الطريق بيني وبينه مشترك

"Kenapa engkau mengusirnya dari jalan ini. Apakah engkau tidak tahu bahwasanya jalan ini milik umum, sehingga aku dan anjing tersebut memiliki hal yang sama (Musytarok)"

note:
1.    Anjing memang Najis dalam madzhab Syafi'i, tetapi bukan berarti kita boleh mencaci maki, melemparinya dengan batu, mengusir atau mengumpatnya. Kita sendiri sering salah dalam menilai, banyak dari kita yang langsung menilai jikalau seseorang memiliki anjing, maka dia langsung dinilai sebagai non muslim, ini adalah penilaian dan persepsi yang salah kaprah, dan harus diluruskan.
2.    Di sini seorang Imam Abu Ishaq pun memberikan segala sesuatu sesuai pada haknya. Inilah sikap adil. Anjing yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan masalah hukum syariat, kecuali dia sebagai salah satu objek hukum, tapi beliau tetap memberikan hak pada anjing itu untuk lewat di jalan Umum yang memang bukan hak beliau.
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger