Ceritanya, dulu Gus Lukman Hakim
Jamiel itu mau jalan-jalan ke Turki. Di samping untuk menjenguk adik
ceweknya, beliau juga sangat ingin sekali menziyarahi Sultan Muhammad Al-Fatih.
Mendengar kabar itu, hati ini sangat puengen pake banget untuk ikut
terbang ke sana. Bayangan taman-taman indah Turki, kerlap-kerlip lampunya,
jalanan yang bersih dan tentunya Masjid Al-Hambra, sudah benar-benar
bergelantungan di pelupuk mata. Seolah-olah memang aku sudah berada di Turki.
Tapi apa di kata, nasib kere itu memang sering kali menyulitkan kita
untuk sekedar berpetualang. Ditambah lagi, waktu itu konflik di Suriah baru
mulai awal-awalnya. Oleh karena itu, pihak kampus tidak lantas memberikan Izin
keluar negeri kepada sembarang mahasiswa, kecuali bagi mereka yang memang
benar-benar ada kebutuhan mendesak (Hajah Mulihhah). Akhirnya berontho
yang sudah mengubun-ubun itu pun menjadi tidak mungkin terealisasi.
Akhirnya, rencana dan harapan indah itu pun gagal total. Impian indah itu
hanyalah tinggal mimpi di siang bolong, tak menjelma menjadi kenyataan yang
bisa diraba. Nah, demi mengobati ke-galau-an hatiku ini, aku sempatkan
menggores-goreskan pena yang sedari pagi sudah menemani jari jemariku. Ethok-ethoke
ingin membuat untaian-untaian puisi guna me-wadul-kan kegalauanku ini
pada Sultan Muhammad Al-Fatih. Ya, kegalauanku yang tidak hanya disebabkan oleh
ketidak jadianku pergi ke Turki, lebih dari itu, aku juga galau melihat negeri Syam
hancur dan luluh lantah diobrak-abrik oleh zombi-zombi buatan musuh kemanusiaan
itu. Berapa banyak nyawa yang melayang sia-sia di sana. Betapa banyak
darah-darah yang mengalir, yang tanah pun mungkin menangis saat tertumpahi
darah-darah itu. Anak-anak menjadi Yatim, kehilangan ayah atau bahkan orang tua
mereka. Wanita-wanita menjadi janda, tak ada yang menghidupi mereka. Sungguh
memilukan kawan. Setiap aku mengintip dari sela-sela jendela, yang nampak hanya
pemandangan anak-anak kecil dari Suriah yang bermain-main di pinggir jalan.
Semestinya mereka kan masih duduk di bangku-bangku sekolah, tapi peperangan
yang tak jelas itu, menjadikan mereka harus sekolah dan berguru pada jalanan
dan realitas kehidupan yang pahit nan mencekam itu. Sungguh mengerikan kawan.
Dari konflik Suriah itu aku belajar betapa rasa aman dan tentram merupakan
nikmat yang luar biasa dan tidak dapat dinilai dengan barang berharga duniawi
apapun. Di samping aku juga belajar betapa kita sebagai umat Islam janganlah
mudah untuk terprovokasi dan tersulut amarahnya, hanya gara-gara berbeda
madzhab, pemikiran maupun ijtihad. Salah satu sumbu yang dijadikan alasan untuk
mengobarkan perang saudara di Suriah adalah tuduhan buta yang menyatakan bahwa presiden
Basyar Assad adalah seorang penganut Madzhab Syi’ah—walaupun kebenarannya pun
belum pasti—yang oleh neo Khowarij era modern ini divonis kafir. Sehingga dengan
semangat tinggi dan membabi buta, mereka berusaha untuk menumbangkan dan
melengserkannya. Ya, seolah-olah mereka hendak menghabisi seorang pemimpin Syiah
dan para pengikutnya, tapi kenyataan yang ada, korban perang Suriah sebagian
besar adalah orang-orang Sunni Asy’ari seperti kita ini. Kenapa demikian? Sebab
mayoritas rakyat Suriah adalah pengikut madzhab Sunni-Asy’ari. Sama halnya
dengan Indonesia yang mayoritas umat Islam-nya adalah pengikut madzhab Sunni-Asy’ari,
tapi lagi-lagi neo khowarij modern ini pun melakukan propaganda sama di negeri tercinta
kita. Mereka kembali menawarkan dagangan busuk dan murah mereka guna
mengguncang stabilitas kemanan negeri kita. Isu Sunni vs Syiah kembali di
gulirkan, dan ternyata tidak sedikit dari saudara-saudara kita yang termakan
isu tersebut. dan tidak menutup kemungkinan jikalau Indonesia akan di
suriah-kan juga. Semoga hal itu tidak terjadi. Sebab kalau sampai terjadi, maka
lagi-lagi yang menjadi korban adalah kita, kaum muslimin Sunni-Asy’ari, sebab
kitalah mayoritas di sini. Dan tentunya, neo khowarij itu tidaklah hanya
mengincar kaum Syiah saja, tetapi tujuan utamanya adalah kita juga, kaum Sunni-Asy’ari.
Yah, aku tak ingin kembali meratapi nasib saudara-saudara kita di Suriah
hari ini. Sebab aku Yakin, Allah pasti akan memberikan pertolongan-Nya pada
mereka. Untuk Gus Lukman Hakim Jamiel, di bawah ini adalah pesanan njenengan.
Sebenarnya saya sudah lupa kalau pernah menulis puisi-puisi di bawah ini.
Tetapi njenengan mengingatkan kembali. Sengaja saya tulis di catatan
Facebook ini, ee mungkin saja ada selain njenengan yang bisa mengambil
pelajaran. Atau bisa juga saya jadikan pengingat diri saya pribadi. Dan bagi
teman-teman semua, kalau-kalau ada yang salah, tolong koreksinya ya. Suwun
Gus. Silahkan ini puisinya:
يَهِيمُ فؤادي إذ
سمِعْتُ بِمدْحِكا # ولا سِيَّما مدحُ النَبِيِّ محمَّدِ
"Rasa
rindu itu mencekam hatiku saat mendengar pujian tentangmu, terlebih lagi adalah
pujian dari baginda Nabi Muhammad"
ويَرْحلُ قَلْبِي
طائرًا بِهُيَامِهِ # يُقَبِّلُ شوقًا تُرْبَ قَبْرٍ مُمَجَّدِ
"Hatiku
pun terbang membawa kerinduannya. Ia mencium tanah kuburan mulia itu dengan
penuh kerinduan"
وتَأْخُذ مِنِّيْ
هَيْبَةُ القَبْرِ تَغْمُرُ # فؤادي بِمَجْدِ ذا الإمَامِ المُجَاهِدِ
"Haibah
(keagungan) kubur mulia itu telah mencengkram hatiku, ia pun menyelimuti hatiku
dengan kagungan sang Mujahid ini"
أرَى وَجَلَ الجَلالِ
يُسْلِيْ مَفَاصِلِي # وَحَقٌّ لَهُ بِذا الوقَارِ المُصَمَّد
"Aku
melihat rasa malu (yang bercampur dengan) keagungan telah menjadikan seluruh
persendianku tubuhku menjadi lemas. sungguh, memang kuburan ini berhak
mendapatkan keagungangn istimewa ini"
سلامٌ عليك حَائِزَ
المَجْدِ و العُلَى # سَلامٌ على سُلْطانِ فَتْحٍ مُحمَّدِ
"Salam
sejahtera bagi anda, wahai orang yang merengkuh keagungan dan kemuliaan. Salam
sejatera bagimu, duhai Sultan Muhammad Al-Fatih"
تَسِيْلُ عُيُونِي
عَبْرَةً بِشِكَايَةٍ # إِليكَ أَلا عُدْتَ بِسَيْفٍ مُهَنَّد
"Air
mataku pun bercucuran dengan begitu deras, ia mengadu kepada anda. "Duhai,
andaikan anda kembali dengan menenteng pedang yang tajam"
ألا إنَّ أُمَّةَ
النَّبِيِّ قَدِ اعْتَرَتْ # عليها مَكَائِدُ العَدُوِّ المُبَدَّدِ
"Dengarkanlah...sungguh
umat Nabi telah serang dengan berbagai tipu muslihat musuh yang layak untuk di
hancurkan"
فِلِسْطِينُ تَبْكِي
بِالدِّمَاء مُوَلْوِلاً # وتَعْدُو بِها أَيْدِي الطُّغَاةِ فَأَنْجِد
"Palestina
menangis dan meracu, air mata darah bercucuran. Ya, dia telah di dholimi oleh
tangan-tangan tirani yang lalim, maka tolonglah"
و أَرْضُ الشَّـآم
زُلْزِلَتْ بِالتَّقَاتُلِ # وجَمْرَةُ حَرْبٍ أُشْعِلَتْ بِالتَّوَقُّدِ
“Tanah
Syam telah gonjang-ganjing dengan peperangan dan pembunuhan. Kobaran Bola api
peperangan telah benar-benar di sulut"
ومَكَّةُ حلَّتْهَا
نُفَاةُ التَّوَسُّلِ # كذلك طَيْبَةُ الحَبِيْبِ مُحَمَّد
"Sementara
tanah Makkah sendiri, telah di kuasai oleh mereka yang menolak Tawassul. Begitu
juga tanah penuh kedamaian (Thoybah) milik kekasihku, Muhammad"
أَقُولُ
وَوَاسُلْطَانِيَاه أَغِثْ لَنا # بِجَاهِكَ عِنْدَ رَبِّ عَرْشٍ مُوَحَّدِ
"Aku
pun hanya mampu berkata; Oooo...Duhai Sultanku. Berilah kami pertolongan,
berkat kedudukan anda dengan Tuhan pemilik Arasy Yang Esa"
فَخُذْ ذِي شِكَايَةُ
العَبِيْدِ المُذَلَّلِ # لَدَيْكَ مُؤَمِّلاً إِعَانةَ أَمْجَدِ
"Tolong,
perhatikanlah pengaduan hamba yang hina ini kepadamu. Yang selalu mengharapkan
pertolongan orang yang luhur"
أنَا اسْمِي ْ
ضِيَاءُ الحَقِّ فَاشْفَعْ لنا غَدًا # وذَلِك يَوْمٌ لاَ يُلاَذُ بِعَسْجَدِ
"Aku,
namaku adalah Dhiyaul Haq, berilah aku syafaat nanti. Ya, pada hari itu,dimana
orang tidak bisa berlindung dengan emas (harta)”
0 komentar