Advertise 728x90

Kalung Penuh Berkah Az-Zahra’

Written By Unknown on Sunday, February 28, 2016 | 9:25 PM


            Dalam satu kesempatan, baginda Rasulullah Sholla-Llahu Alaihi Wa Sallam sedang asyik bercengkrama dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, seperti biasanya. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki badui dengan badan yang lusuh, kumal, rambut acak-acakan tak teratur dan tentunya wajah yang memelas.  Dengan suara parau dan nada memelas, lelaki tersebut meminta-minta kepada Baginda Rasul:
“Duhai Rasulullah, Nabi yang penuh belas kasihan nan kasih sayang. Aku adalah seorang perantau yang kehabisan bekal. Aku mohon, berilah diriku ini sedikit makanan dan pakaian. Lihatlah, tidak ada pakaian yang ku miliki kecuali pakaian kumal yang menutupi tubuhku ini”.
            Mendengar rintihan permintaan yang memelas itu, hati Rasulullah trenyuh, tetapi beliau sendiri sedang tidak memiliki apa-apa untuk di berikan. Bahkan sudah 3 hari mulut beliau belum mencicipi lezatnya makanan sama sekali. Kedua mata beliau menyapu memandangi para sahabatnya, seolah berharap ada salah satu dari mereka yang mau membantu orang asing tersebut. namun harapan itu tak bersambut, para sahabat hanya diam saja, mungkin mereka juga mengalami nasib yang sama dengan apa yang di alami oleh baginda Nabi. Lalu dengan suara sedih, baginda Nabi berkata:
“Pergilah engkau ke rumah orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, Fathimah namanya, putriku. Ia lebih mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri. Pasti kau akan mendapatkan sesuatu di sana. Rumahnya tidak jauh dari masjid ini”
Selangkah kemudian, pergilah orang asing tersebut menuju ke rumah Siti Fathimah Az-Zahra’ dengan di antar oleh Bilal Bin Robbah. Setelah sampai di depan rumah putri baginda Rasul, si Arab badui itu berteriak dengan keras:
“Asslamu ‘Alaikum...Wahai putri Rasulullah”
Dengan tergopoh-gopoh Siti Fathimah keluar rumah.  Dengan wajah penuh keheranan, beliau berkata:
“Wa’alaikum Salam. Maafkan saudaraku...Siapakah anda dan ada keperluan apa memanggil-manggil namaku?”
Dengan wajah memelas nan mengiba, lelaki tersebut menjawab:
“Aku adalah orang tua dari pegunungan yang jauh sekali dari sini. Aku mendengar bahwa di Madinah ini ada seorang Nabi yang tidak akan menolak siapapun orang yang meminta kepadanya. Lalu aku mendatangi Nabi tersebut, yakni ayahmu sendiri. Aku meminta sesuatu kepada beliau, yah minimal bisa untuk menyambung hidupku dan menutup tubuhku, namun ternyata beliau pun tidak memiliki apa-apa dan tidak mampu memenuhi permintaanku. Maka beliau menyuruhku untuk mendatangimu wahai putri kesayangan Rasulullah, agar engkau berkenan memberikan sedikit sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhanku tadi”.
Mendengar keluhan itu, hati siti fathimah pun trenyuh. Tapi beliau sendiri bingung, karena dia sendiri tidak memiliki apa-apa. Bahkan kedua putranya, Al-Hasan dan Al-Husain, pun masih menangis karena kelaparan, sebab memang sudah kurang lebih 3 hari lamanya mereka sekeluarga berpuasa. Beliau juga heran, kalau mengetahui bahwa ternyata Rasulullah lah yang menyuruh si badui tersebut untuk mendatangi rumahnya. Tetapi hatinya tidak tega melihat orang tua yang sengsara tersebut. akhirnya siti fathimah memutuskan untuk mengambil selembar kulit kambing yang biasanya di jadikan alas tidur oleh putranya, al-Hasan.  
Bukannya bahagia karena menerima selembar kulit kambing, si lelaki badui itu malah nampak keheranan. Yang dia minta adalah makanan dan pakaian yang menutupi tubuhnya, lalu kenapa yang diberikan malah selembar kulit kambing, aneh, kurang lebih demikian pikirnya. Dengan nada ketus dan kecewa, lelaki badui itu berkata lagi:
“Wahai putri Rasulullah....apa yang bisa ku lakukan dengan selembar kulit kambing ini? Ia tidak bisa membuatku kenyang, juga tidak bisa menutupi tubuhku”
Mendapati jawaban demikian, siti fathimah malu, karena dia merasa masih ada barang berharga yang dia miliki, yakni kalung yang sekarang tergantung di leher beliau. Kalung itu merupakan pemberian bibinya, yang tak lain adalah putri Hamzah bin Abdul Mutthollib yang bernama Fathimah juga. Lalu di berikannya kalung itu pada lelaki badui tersebut sambil berkata:
“Ambillah ini, semoga allah menggantinya dengan karunia yang lebih baik”
Dengan mata berbinar dan langkah kegirangan, lelaki badui itu berjalan menuju ke masjid. Di sana Rasulullah dan para sahabatnya sudah berkumpul. Dengan senyum yang mengembang, lelaki badui itu bercerita kepada Rasulullah bahwasanya fathimah, putri beliau, memberinya seuntai kalung yang indah. Lalu si badui itu memperlihatkan kalung pemberian Fathimah kepada baginda Rasul. Melihat kalung itu, baginda Rasul meneteskan air mata terharu. Ammar bin Yasir, sahabat Nabi yang asalnya budak itu, bertanya kepada baginda Rasul:
“Duhai Rasulullah...bolehkah saya membeli kalung tersebut?”
“Silahkan belilah kalau kau mau”, jawab baginda Rasul sambil menyeka air mata yang masih menetes di kedua pipi beliau yang mulia.
Dengan sigap, Ammar bertanya kepada si badui tadi:
“Seharga berapakah kau jual kalung berharga ini?”
“Seharga beberapa potong roti dan daging untuk menghilangkan lapar, secarik kain untuk menutup auratku agar aku bisa menunaikan sholat dengan sempurna dan tambah lagi satu dinar untuk bekal perjalanan pulangku”
“Baiklah...kalung itu aku beli dengan 20 dinar dan 100 dirham. Selain itu kau akan ku beli beberapa potong roti dan daging untuk menghilangkan lapar. Tambah lagi kau akan ku beri pakaian dan seekor unta untuk tungganganmu pulang ke rumah. Tetapi tunggulah sebentar aku akan mengambil uang dulu”, jawab Ammar.
            Dengan pandangan mata berbinar, orang tua badui itu mensetujui tawaran Ammar tersebut. sebenarnya, ammar sendiri tidaklah memiliki uang, tetapi dia mengumpulkan dari bantuan para sahabat Nabi. Setelah semua urusan jual beli selesai, orang tua tadi berjalan menghampiri Rasulullah dengan perut kenyang, pakaian yang rapi dan menuntun seekor unta. Melihat itu Rasulullah tersenyum, lalu bertanya:
“Bagaimanakah keadaanmu sekarang saudaraku? Sudahkah engkau kenyang dan mendapatkan pakaian?”
“Ya Rasulallah...aku sudah mendapatkan semuanya, bahkan apa yang kudapatkan sudah berlebihan. Sekarang aku merasa sebagai orang kaya”, jawab si badui itu.
“Kalau demikian, balaslah budi baik fathimah kepadamu”, pinta Rasulullah.
Orang tua itu lalu menengadah ke arah langit dan sambil mengangkat tangan setinggi-tingginya berdoa:
“Ya Allah...tiada yang ku sembah selain Engkau. Karuniailah Fathimah sesuatu yang belum pernah di lihat mata dan di dengar telinga”
Mendengar doa si badui tua itu, Rasulullah menoleh kepada para sahabatnya sambil berkata:
“Sesungguhnya di dunia ini, Allah telah memberikan anugrah kepada Fathimah seperti apa yang di doakan oleh orang tua tadi. Fathimah mempunyai ayah seorang Nabi dan Rasul yang di utus oleh Allah untuk membawa rohmat pada alam semesta. Fathimah memperoleh seorang suami seperti Ali bin Abi Thalib. Tidak ada lelaki lain yang sepadan dengan Fathimah kecuali Ali. Fathimah memiliki anak al-Hasan dan al-Husain, tidak ada anak lain yang menyamai keduanya. Keduanya adalah cucu seorang Nabi yang akan menjadi pemimpin pemuda sorga nantinya. Sungguh itu semua adalah anugrah yang tidak pernah di lihat oleh mata dan di dengar oleh telinga”
Setelah untaian kalung tersebut di beli dari orang badui itu, oleh Ammar segera di bungkus. Lalu dia menyuruh budaknya bernama Saham agar menyerahkan bungkusan itu kepada baginda Rasul. Menerima bungkusan itu, Rasulullah terperanjat dan berkata:
“Berikan bungkusan ini kepada Fathimah dan kau pun aku berikan kepadanya”
Pergilah saham menemui putri Rasulullah tersebut di rumahnya, sebagaimana di perintah oleh Rasulullah. Mendapatkan bingkisan itu, Fathimah terheran-heran, apa gerangan isinya. Di bukanya bingkisan tersebut, dan lebih tercengang lagi saat mengetahui bahwa ternyata isinya adalah kalung yang telah di berikan olehnya kepada si badui tersebut. Dengan wajah gembira, fathimah kegirangan mendapatkan kalungnya kembali. Setelah mengucapkan terima kasih dan berfikir sejenak, Fathimah berkata kepada Saham:
            “Hai Saham...mulai saat ini juga kau merdeka”
Mendengar hal tersebut, Saham sangat berbahagia sekali, sebab mendapatkan hadiah paling berharga dalam kehidupannya, yaitu kemerdekaan dirinya. Ia melonjak-lonjak kegirangan menerima hadiah paling berharga di dunia ini. Ia terkekeh terus-menerus sampai-sampai siti Fathimah bertanya keheranan:
            “hai Saham...kenapa kau tertawa-tawa sendiri?”
“Aku tertawa-tawa sendiri karena kalungmu itu adalah pembawa berkah. Gara-gara kalung tersebut, orang tua badui yang asalnya kelaparan menjadi kenyang. Yang asalnya setengah telanjang, jadi berpakaian. Yang tadinya miskin jadi kaya. Sungguh berkah kalung itu. Sekarang kalung itu pun memberkahi diriku. Sebab dengan kalung itu, Allah menjadikan manusia sebagai orang yang merdeka”
Setelah berterima kasih, Saham meninggalkan rumah Siti Fathimah sambil terus komat-kamit mengucapkan syukur terima kasih kepada Allah []
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger