Dalam satu kesempatan, baginda Rasulullah Sholla-Llahu Alaihi Wa Sallam sedang asyik bercengkrama dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, seperti biasanya. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki badui dengan badan yang lusuh, kumal, rambut acak-acakan tak teratur dan tentunya wajah yang memelas. Dengan suara parau dan nada memelas, lelaki tersebut meminta-minta kepada Baginda Rasul:
“Duhai
Rasulullah, Nabi yang penuh belas kasihan nan kasih sayang. Aku adalah seorang
perantau yang kehabisan bekal. Aku mohon, berilah diriku ini sedikit makanan
dan pakaian. Lihatlah, tidak ada pakaian yang ku miliki kecuali pakaian kumal
yang menutupi tubuhku ini”.
Mendengar
rintihan permintaan yang memelas itu, hati Rasulullah trenyuh, tetapi beliau
sendiri sedang tidak memiliki apa-apa untuk di berikan. Bahkan sudah 3 hari
mulut beliau belum mencicipi lezatnya makanan sama sekali. Kedua mata beliau
menyapu memandangi para sahabatnya, seolah berharap ada salah satu dari mereka
yang mau membantu orang asing tersebut. namun harapan itu tak bersambut, para
sahabat hanya diam saja, mungkin mereka juga mengalami nasib yang sama dengan
apa yang di alami oleh baginda Nabi. Lalu dengan suara sedih, baginda Nabi
berkata:
“Pergilah engkau ke rumah orang yang
dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, Fathimah namanya, putriku. Ia lebih
mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri. Pasti kau akan mendapatkan sesuatu
di sana. Rumahnya tidak jauh dari masjid ini”
Selangkah kemudian, pergilah orang asing tersebut
menuju ke rumah Siti Fathimah Az-Zahra’ dengan di antar oleh Bilal Bin Robbah.
Setelah sampai di depan rumah putri baginda Rasul, si Arab badui itu berteriak
dengan keras:
“Asslamu ‘Alaikum...Wahai putri
Rasulullah”
Dengan tergopoh-gopoh Siti Fathimah keluar rumah. Dengan wajah penuh keheranan, beliau berkata:
“Wa’alaikum Salam. Maafkan
saudaraku...Siapakah anda dan ada keperluan apa memanggil-manggil namaku?”
Dengan
wajah memelas nan mengiba, lelaki tersebut menjawab:
“Aku adalah orang tua dari pegunungan yang jauh sekali
dari sini. Aku mendengar bahwa di Madinah ini ada seorang Nabi yang tidak akan
menolak siapapun orang yang meminta kepadanya. Lalu aku mendatangi Nabi
tersebut, yakni ayahmu sendiri. Aku meminta sesuatu kepada beliau, yah minimal
bisa untuk menyambung hidupku dan menutup tubuhku, namun ternyata beliau pun
tidak memiliki apa-apa dan tidak mampu memenuhi permintaanku. Maka beliau
menyuruhku untuk mendatangimu wahai putri kesayangan Rasulullah, agar engkau
berkenan memberikan sedikit sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhanku tadi”.
Mendengar keluhan itu, hati siti fathimah pun trenyuh.
Tapi beliau sendiri bingung, karena dia sendiri tidak memiliki apa-apa. Bahkan
kedua putranya, Al-Hasan dan Al-Husain, pun masih menangis karena kelaparan,
sebab memang sudah kurang lebih 3 hari lamanya mereka sekeluarga berpuasa.
Beliau juga heran, kalau mengetahui bahwa ternyata Rasulullah lah yang menyuruh
si badui tersebut untuk mendatangi rumahnya. Tetapi hatinya tidak tega melihat
orang tua yang sengsara tersebut. akhirnya siti fathimah memutuskan untuk
mengambil selembar kulit kambing yang biasanya di jadikan alas tidur oleh
putranya, al-Hasan.
Bukannya bahagia karena menerima selembar kulit
kambing, si lelaki badui itu malah nampak keheranan. Yang dia minta adalah
makanan dan pakaian yang menutupi tubuhnya, lalu kenapa yang diberikan malah
selembar kulit kambing, aneh, kurang lebih demikian pikirnya. Dengan nada ketus
dan kecewa, lelaki badui itu berkata lagi:
“Wahai putri Rasulullah....apa yang bisa ku lakukan
dengan selembar kulit kambing ini? Ia tidak bisa membuatku kenyang, juga tidak
bisa menutupi tubuhku”
Mendapati jawaban demikian, siti fathimah malu, karena
dia merasa masih ada barang berharga yang dia miliki, yakni kalung yang
sekarang tergantung di leher beliau. Kalung itu merupakan pemberian bibinya,
yang tak lain adalah putri Hamzah bin Abdul Mutthollib yang bernama Fathimah
juga. Lalu di berikannya kalung itu pada lelaki badui tersebut sambil berkata:
“Ambillah ini, semoga allah menggantinya dengan karunia
yang lebih baik”
Dengan mata berbinar dan langkah kegirangan, lelaki
badui itu berjalan menuju ke masjid. Di sana Rasulullah dan para sahabatnya
sudah berkumpul. Dengan senyum yang mengembang, lelaki badui itu bercerita
kepada Rasulullah bahwasanya fathimah, putri beliau, memberinya seuntai kalung
yang indah. Lalu si badui itu memperlihatkan kalung pemberian Fathimah kepada
baginda Rasul. Melihat kalung itu, baginda Rasul meneteskan air mata terharu.
Ammar bin Yasir, sahabat Nabi yang asalnya budak itu, bertanya kepada baginda
Rasul:
“Duhai Rasulullah...bolehkah saya membeli kalung
tersebut?”
“Silahkan belilah kalau kau mau”, jawab baginda Rasul
sambil menyeka air mata yang masih menetes di kedua pipi beliau yang mulia.
Dengan sigap, Ammar bertanya kepada si badui tadi:
“Seharga berapakah kau jual kalung berharga ini?”
“Seharga beberapa potong roti dan daging untuk
menghilangkan lapar, secarik kain untuk menutup auratku agar aku bisa
menunaikan sholat dengan sempurna dan tambah lagi satu dinar untuk bekal
perjalanan pulangku”
“Baiklah...kalung itu aku beli dengan 20 dinar dan 100
dirham. Selain itu kau akan ku beli beberapa potong roti dan daging untuk
menghilangkan lapar. Tambah lagi kau akan ku beri pakaian dan seekor unta untuk
tungganganmu pulang ke rumah. Tetapi tunggulah sebentar aku akan mengambil uang
dulu”, jawab Ammar.
Dengan pandangan mata berbinar,
orang tua badui itu mensetujui tawaran Ammar tersebut. sebenarnya, ammar
sendiri tidaklah memiliki uang, tetapi dia mengumpulkan dari bantuan para
sahabat Nabi. Setelah semua urusan jual beli selesai, orang tua tadi berjalan
menghampiri Rasulullah dengan perut kenyang, pakaian yang rapi dan menuntun
seekor unta. Melihat itu Rasulullah tersenyum, lalu bertanya:
“Bagaimanakah keadaanmu sekarang saudaraku? Sudahkah
engkau kenyang dan mendapatkan pakaian?”
“Ya Rasulallah...aku sudah mendapatkan semuanya, bahkan
apa yang kudapatkan sudah berlebihan. Sekarang aku merasa sebagai orang kaya”,
jawab si badui itu.
“Kalau demikian, balaslah budi baik fathimah kepadamu”,
pinta Rasulullah.
Orang
tua itu lalu menengadah ke arah langit dan sambil mengangkat tangan
setinggi-tingginya berdoa:
“Ya Allah...tiada yang ku sembah selain Engkau.
Karuniailah Fathimah sesuatu yang belum pernah di lihat mata dan di dengar
telinga”
Mendengar
doa si badui tua itu, Rasulullah menoleh kepada para sahabatnya sambil berkata:
“Sesungguhnya di dunia ini, Allah telah memberikan
anugrah kepada Fathimah seperti apa yang di doakan oleh orang tua tadi.
Fathimah mempunyai ayah seorang Nabi dan Rasul yang di utus oleh Allah untuk
membawa rohmat pada alam semesta. Fathimah memperoleh seorang suami seperti Ali
bin Abi Thalib. Tidak ada lelaki lain yang sepadan dengan Fathimah kecuali Ali.
Fathimah memiliki anak al-Hasan dan al-Husain, tidak ada anak lain yang
menyamai keduanya. Keduanya adalah cucu seorang Nabi yang akan menjadi pemimpin
pemuda sorga nantinya. Sungguh itu semua adalah anugrah yang tidak pernah di
lihat oleh mata dan di dengar oleh telinga”
Setelah
untaian kalung tersebut di beli dari orang badui itu, oleh Ammar segera di
bungkus. Lalu dia menyuruh budaknya bernama Saham agar menyerahkan bungkusan
itu kepada baginda Rasul. Menerima bungkusan itu, Rasulullah terperanjat dan
berkata:
“Berikan bungkusan ini kepada Fathimah dan kau pun aku
berikan kepadanya”
Pergilah
saham menemui putri Rasulullah tersebut di rumahnya, sebagaimana di perintah
oleh Rasulullah. Mendapatkan bingkisan itu, Fathimah terheran-heran, apa
gerangan isinya. Di bukanya bingkisan tersebut, dan lebih tercengang lagi saat
mengetahui bahwa ternyata isinya adalah kalung yang telah di berikan olehnya
kepada si badui tersebut. Dengan wajah gembira, fathimah kegirangan mendapatkan
kalungnya kembali. Setelah mengucapkan terima kasih dan berfikir sejenak, Fathimah
berkata kepada Saham:
“Hai Saham...mulai saat ini juga kau
merdeka”
Mendengar
hal tersebut, Saham sangat berbahagia sekali, sebab mendapatkan hadiah paling
berharga dalam kehidupannya, yaitu kemerdekaan dirinya. Ia melonjak-lonjak
kegirangan menerima hadiah paling berharga di dunia ini. Ia terkekeh
terus-menerus sampai-sampai siti Fathimah bertanya keheranan:
“hai Saham...kenapa kau tertawa-tawa
sendiri?”
“Aku tertawa-tawa sendiri karena kalungmu itu adalah
pembawa berkah. Gara-gara kalung tersebut, orang tua badui yang asalnya
kelaparan menjadi kenyang. Yang asalnya setengah telanjang, jadi berpakaian.
Yang tadinya miskin jadi kaya. Sungguh berkah kalung itu. Sekarang kalung itu
pun memberkahi diriku. Sebab dengan kalung itu, Allah menjadikan manusia
sebagai orang yang merdeka”
Setelah
berterima kasih, Saham meninggalkan rumah Siti Fathimah sambil terus
komat-kamit mengucapkan syukur terima kasih kepada Allah []
0 komentar