Kontroversial, itulah kata
pertama yang layak disandang tokoh satu ini. Yah, dia seorang pujangga sejati,
banyak syair yang telah muncul dari akal cerdas dan jiwa uniknya. Hanya saja,
syair-syair karyanya banyak yang merupakan ekspresi dari kecintaannya pada
minuman keras atau pujian-pujiannya pada cewek-cewek yang dia cintai. Sehingga
ia terkenal dengan penyair Khomriyyat (penyanjung arak) atau Ghazaliyyat
(memuji keelokan dan kecantikan wanita). Bahkan ada kumpulan antologi puisinya
yang sampai sekarang masih bisa dinikmati, dikaji dan dikritisi.
Yang paling heboh adalah
ketika dia meniggal, orang-orang sekampung jadi bingung, kalau melihat kelakuan
sehari-harinya yang suka mengumbar kata-kata yang memuji-muji arak, maka
orang-orang kampung mengatakan dia sebagai orang yang fasik dan jelek, tapi
kalau melihat pembelaan dia terhadap orang-orang miskin dan apa yang telah dia
lakukan saat menjadi salah satu tempat mencari solusi problem umat, maka dia
dianggap orang baik dan disanjung-sanjung. Yah dialah saudara kita, Hasan putra
Hani', orang-orang kampung sering menyebut dia dengan Abu Nuwas alias Bapak
Kuncir, karena rambutnya yang seperti ekor kuda.
Tapi saya mungkin punya
penilaian lain terhadap dia, karena suatu malam yang tak disengaja dan tak
diinginkan, saya mimpi tengah berada di tengah-tengah taman yang indah nan
asri, dengan berbagai macam bunga dan tumbuhan lainnya. Tiba-tiba saudara kita ini
datang dengan memakai jubah kebesaran, pakaian yang indah nan anggun, dan
senyuman yang penuh kesejukan. Aku pun bertanya:
"Gimana kabarmu
kang?",
"Baik-baik saja
le", jawabnya.
"Kamu dikuburan ini nyaman nggak? Disiksa
atau malah dapat nikmat?",
"Alhamdulillah enak
dan nyaman le, ya seperti yang kamu lihat sendiri", jawab dia.
Dengan heran saya bertanya:
"Kok bisa? Kan pean
dulunya suka mabuk-mabukan, buat puisi jorok dan lainnya, lho kok sekarang
dapat nikmat karena apa?",
"Semua
itu karena beberapa bait puisi yang saya tulis, dan sekarang terselip di bawah
tempat tidur saya".
Tiba-tiba ada suara
membangunkan saya, dan gambar wajah kang Hasan pun buyar dari kedua mataku. Ah,
ternyata adzan subuh sudah berkumandang, aku pun wudhu dan shalat subuh.
Setelah itu aku langsung bergegas ke rumah kang Hasan dan masuk kamarnya, rasa
penasaran menuntunku untuk mengangkat kasur di atas ranjangnya. Di sana
ketemukan secarik kertas bertulis:
تأمل في رياض الأرض وانظر # إلى آثار ما صنع المليك
عيون من لجين شاخصات # بأحداق كما الذهب السبيك
على قضب الزبرجد شاهدات # بان الله ليس له شريك
وأن محمدا عبد رسول # إلى الثقلين أرسله المليك
Lihat dan renungilah taman-taman di atas bumi ini dan semua ciptaan Allah sang Raja.
Beberapa mata yang nampak seperti perak itu
tajam memandang, dengan bola mata terbuat dari emas yang tercetak manis.
Disangga oleh leher yang terbuat dari mutiara
zabarjad, mereka semua bersaksi bahwa Allah tidak ada yang bersekutu denga-Nya.
Dan bahwa baginda Nabi Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya kepada manusia dan jin
Aku pun hanya bisa diam seribu bahasa sambil mengulang-ulang kembali aforisme Ibnu Athaillah As-Sakandari:
لا صغيرة إذا قابله عدله ولا كبيرة إذا قابله فضله
“Tidak ada dosa kecil jikalau sudah di
hadapkan pada keadilan-Nya. dan tidak ada dosa besar jikalau sudah di hadapkan
pada anugrah-Nya”
Semoga kita mendapat
anugrahnya. Amiin []
0 komentar