Baginda Nabi Muhammad sebagai Insan Kamil merupakan
keteladanan sepanjang masa dan dalam berbagai macam kondisi serta posisi.
Bahkan, dalam hal menghargai seorang istri pun, beliau adalah sosok yang harus
di teladani. Hal itu nampak sekali dari salah satu sabda beliau:
كمل
من الرجال كثير ولم يكمل من النساء إلا ثلاث مريم بنت عمران وآسية امرأة فرعون
وخديجة بنت خويلد
"Banyak lelaki yang sempurna. Akan
tetapi tidaklah sempurna dari kelompok wanita kecuali 3 wanita ini saja. Maryam
binti Imran, Asiyah istri dari Fir'aun dan Khodijah binti Khuwailid"
Kenapa ketiga wanita ini bisa mencapai kesempurnaan tersebut?
apa gerangan yang telah mereka lakukan? Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam buku Al-Bidayah
Wan Nihayah memberikan alasan yang menarik. Beliau menjelaskan bahwa
penyebab ke-tiga wanita ini memperoleh sanjungan baginda Nabi adalah karena
ketiganya mempunyai peran yang sama, yaitu sama-sama sebagai salah satu
penopang dakwah para Nabi. Ya, memang demikianlah kenyataannya. Sayyidah Maryam
binti Imran adalah seorang wanita yang melahirkan seorang Nabi dan Rasul yang
namanya masih dikenang sepanjang masa, yakni Nabiyullah Isa Alaihis Salam.
Sayyidah Maryam telah melahirkan Nabi Isa, lalu beliau membesarkannya dengan
penuh kasih sayang. Dan saat Allah telah mengangkat Nabi Isa sebagai Nabi dan
Rasul, maka Sayyidah Maryam pun adalah salah satu wanita pertama yang beriman pada
ke-Nabi-an Isa tersebut.
Tak jauh berbeda dengan Sayyidah Maryam adalah Sayyidah Asiah
binti Muzahim. Memang beliau adalah istri seorang Raja lalim yang mengaku-aku
bahwa dirinya adalah Tuhan semesta alam. Akan tetapi yang perlu dicatat dengan
tinta tebal, beliaulah orang yang telah berhasil menyelamatkan Nabiyullah Musa
dari pembunuhan bayi laki-laki secara massal yang dilakukan oleh Raja Fir'aun
pada waktu itu. Beliau pulalah yang kemudian meluluhkan hati raja Fir'aun untuk
menerima Musa kecil sebagai anak angkat, padahal sebelumnya sang raja lalim itu
sudah bersungut-sungut ingin membunuh Musa saat si bayi itu menarik jenggot
Fir'aun yang panjang, sebagaimana hal ini dulu seringkali dikisahkan oleh
guru-guruku di Madrasah Diniyah. Dan setelah Musa diangkat menjadi Nabi serta
memproklamirkan bahwa dirinya adalah seorang Nabi dan Rasul yang di utus oleh
Allah SWT, maka Sayyidah Asiyah pun beriman dan membenarkan ke-Nabi-an putra
angkatnya tersebut. Bahkan beliau pun rela untuk membela sang putra angkat saat
melakukan perlawanan terhadap ayah angkatnya sendiri, Fir'aun. Jadi, Sayyidah
Asiyah pun menjadi salah satu penyebab dan penopang dakwah seorang Nabi Musa,
serta beriman pada ke-Nabi-annya.
Membicarakan kisah penyelamatan Nabi Musa oleh Sayyidah
Asiyah ini, saya jadi teringat akan kecerdikan KH. Abdul Wahid Hasyim saat
dikejar-kejar belanda pada era penjajahan dahulu. Sebagaimana dikisahkan oleh
KH. Saifuddin Zuhri dalam buku "Berangkat Dari Pesantren", bahwa Gus
Wahid pada waktu itu berkata yang intinya kurang lebih: "Tempat
bersembunyi paling aman bagi maling saat dikejar-kejar oleh polisi adalah
kantor polisi itu sendiri". Apa hubungannya dengan kisah Sayyidah Asiyah
tersebut di atas? Secara pribadi saya mempunyai dugaan kuat bahwa KH. Abdul
Wahid Hasyim (Gus Wahid) mungkin terinspirasi dari kisah penyelamatan Allah terhadap
Nabi Musa melalui Sayyidah Asiyah. Ya, saat Raja Fir'aun memburu dan membunuhi
semua bayi laki-laki yang lahir di Bani Israel secara membabi buta, malahan
Allah sendiri menyelamatkan Bayi Musa dari pemburuan dan pembunuhan itu melalui
tangan Sayyidah Asiyah, yang lalu membawa bayi Musa itu ke dalam istana Fir'aun
itu sendiri. Nalar penyelamatan yang dilakukan oleh Sayyidah Asiyah dengan
membawa bayi Musa ke dalam istana tak jauh beda dengan nalar yang dipakai oleh
KH. Abdul Wahid Hasyim pada waktu itu. Kalau boleh, saya ingin menyebut ini
sebagai "Nalar Politik" Ilahi yang dengan tegas menyatakan dalam
Al-Qur'an-Nya:
ومكروا
ومكر الله والله خير الماكرين
"mereka hendak melakukan tipu
muslihat, dan Allah pun juga melakukan Makar. (padahal) Sungguh Allah adalah
sebaik-baik yang melakukan makar"
Ah, tulisan ini malah nglantur kemana-mana nggak jelas.
Okelah, kita kembali ke leptope alias pembahasan awal, yakni kesamaan ke-tiga
wanita mulia tersebut. Sedang Sayyidah Khodijah Binti Khuwailid, tentunya sudah
tidak asing lagi bagi kita semua umat Islam bagaimana peran dan pengorbanan
yang dilakukan oleh beliau demi tersebarnya pelita islam di seluruh jagat raya
ini. Pastinya kita masih teringat bagaimana beliau menawarkan dirinya untuk di
nikahi oleh sang calon Nabi, Muhammad muda. Dan setelah Muhammad di angkat
menjadi seorang Nabi dan Rasul, maka beliau adalah wanita pertama yang beriman
pada ke-Nabi-an Muhammad saat orang-orang menjauhi beliau dan tidak beriman
pada ke-Nabi-an beliau. Karenanya tidak heran, jikalau kemudian ada sebagian
sejarawan yang menyebutkan bahwa sebenarnya yang berhak menyandang gelar
"Shiddiqoh" (wanita yang paling jujur dan paling percaya) adalah
Sayyidah Khodijah, bukannya Sayyidah Aisyah. Walaupun ada sebagian sejarawan
lain yang lebih cenderung menyematkan gelar "Shiddiqoh" kepada
Sayyidah Aisyah, karena beliau adalah putri Abu Bakar yang bergelar
"As-Shiddiq". Tidak sampai di situ saja, beliau pun menyerahkan semua
harta bendanya untuk modal awal dakwah islam yang umurnya masih sebiji jagung
itu. Saya juga masih ingat betul bagaimana Imam Bukhori dalam buku shohih-nya
menggambarkan peran Sayyidah Khodijah menyikapi kondisi sang Suami yang sedang
dihimpit ketakutan serta kebingungan saat pertama kali menerima wahyu. Pada
waktu itu, Sayyidah Khodijah berkata dengan penuh kasih sayang, kesabaran nan
ketelatenan yang menurut saya kok menjadi salah satu khas wanita Jawa dahulu,
entah dengan wanita Jawa sekarang. Beliau berkata:
"Sungguh
demi Allah. Selamanya Allah tidak akan pernah merendahkanmu. Engkau adalah
orang yang selalu menyambung shilaturrahim, menanggung orang yang sendirian,
membantu orang yang papa, menyuguhi tamu, membantu orang-orang yang tertimpa
musibah"
Ungkapan ini adalah support yang luar biasa dari seorang
istri kepada sang suami yang sedang gundah dan galau. Bukannya seperti sebagian
para istri sekarang ini yang malah menjadi penyebab gundah dan galau para
suami. Sehingga banyak saya menemukan orang-orang yang gemuk sebelum menikah,
akan tetapi malah menjadi kurus kering setelah mereka menikah, walaupun yang
sebaliknya juga banyak. Dan saya juga mempunyai dugaan, jangan-jangan karena
prilaku sebagian para istri yang meng-galau-kan inilah, banyak kita temukan
para suami yang kemudian lebih memilih untuk berselingkuh. Wallahu A'lam bil
Waqi'.
Dari kisah di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa
baginda Nabi tengah mengajari kita bagaimana menjadi seorang teladan yang baik.
Tidak hanya dalam ranah publik saja, bahkan dalam masalah interaksi suami-istri
pun baginda Nabi adalah sebaik-baik teladan. Coba kita perhatikan bagaimana
Baginda Nabi mengajari kita (tentunya bagi yang sudah menikah, adapun para
jomblo...ya ntar dulu) untuk tidak segan-segan memuji istri-sitri kita jikalau
memang mereka telah melakukan hal-hal yang layak untuk dipuji dan disanjung. Di
samping para istri pun seharusnya banyak belajar dan mengkaji kehidupan ke-tiga
wanita yang telah di puji oleh baginda Nabi di atas.
Dan bagi saya pribadi, yang lebih mencengangkan lagi adalah
sabda baginda Nabi di atas yang seakan-akan ingin mengatakan kepada kita bahwa
peradaban besar di seluruh dunia ini tidaklah lepas dari tangan para
wanita-wanita yang hebat. Bagaimana tidak? Nabiyullah Isa, Nabiyullah Musa dan
Nabiyullah Muhammad adalah icon tiga agama besar yang tumbuh dalam rumpun
semitik, yakni Kristen, Yahudi dan Islam. Saya tidak mengatakan bahwa agama
yang dibawa oleh Nabi Isa adalah kristen, sebagaimana saya juga tidak
menyatakan bahwa agama yang bawa oleh Nabi Musa adalah Yahudi. Tidak, karena
itu hanya akan menuntun saya jatuh pada perbedaan pendapat yang tidak
berkesudahan. Hanya saja, dalam realitas sekarang ini, ketiga agama besar di
duni tersebut telah mempunyai pijakannya masing-masing dan juga membentuk
budaya serta peradabannya masing-masing, dan ternyata di balik kebesaran dan
budaya itu ada beberapa sesosok wanita yang menjadi penopangnya. Bukankah ini
hal yang luar biasa? Wallahu A'lam bagaimana kebenarannya, tetapi itulah kajian
yang saya pahami dan ingin saya torehkan melalui tulisan sederhana ini, semoga
bermanfaat. Kalaupun ada yang salah, maka saya hanya mampu berkata bahwa saya
hanyalah seorang manusia biasa yang tidak ma'shum seperti Nabi. Dan siapa sih
di antara kita yang tidak pernah salah?
[]
0 komentar