Advertise 728x90

Islam Saja Moderat Kok

Written By Unknown on Saturday, June 21, 2014 | 10:00 AM

Oleh: Dhiyaul Haq

Akhir-akhir ini, kita banyak disuguhi tontonan maupun berita yang bernuansa agamis dengan frekuensi yang meningkat begitu tinggi. Tontonan itu tidak hanya kita temukan dalam dunia nyata, bahkan di dunia maya pun tontonan maupun berita yang bernuansa demikian juga banyak ditampilkan dengan begitu semaraknya. Seakan semua menjadi lidah yang membawa pesan inti bahwa sekaranglah era kebangkitan Islam, sekaranglah era dimana Islam yang harus berkuasa dan seterusnya, ya semua bereuforia untuk mengembalikan kejayaan Islam.

Nampaknya, kemunculan berbagai macam tontonan dan berita semisal yang telah kami paparkan di atas, tidak lepas dari akibat carut marutnya kondisi bangsa dan negeri kita tercinta ini, Indonesia. Pemerintahan yang semakin kacau, pendidikan yang tidak jelas arahnya kemana, ekonomi masyarakat yang makin lama hanya makin meneguhkan nyanyian Roma Irama, “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”, politik uang receh yang semakin banyak fansnya dan masih banyak lagi lainnya. Dalam kondisi yang sedemikian kacaunya ini, muncullah orang-orang dengan semangat yang membara dan Ghirah yang kuat, mereka berusaha untuk menjadikan semua hal yang bernuansa Islam sebagai problem solving dari segala keruwetan yang terjadi. Tapi sayangnya, semangat dan Ghirah yang membara itu tidak diimbangi dengan semangat belajar, ngaji atau ngansu kaweruh dengan cara yang benar dan mendalam. Sehingga kesan yang muncul dari mereka adalah sikap-sikap yang ekstrim, apalagi jika sikap ekstrim itu sudah mereka justifikasi dengan dalil-dalil agama. Lalu dengan entengnya mereka memberikan label sesat, bid’ah dan bahkan label kafir pun tak segan-segan mereka sematkan kepada siapa saja yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Pertanyaannya, kenapa mereka bisa sedemikian ekstrim? apa masalah inti dari tindakan dan semua tingkah polah mereka itu?

Tentunya, tingkah laku dan ucapan seseorang merupakan cerminan dari Fikrah atau maindset yang terekam dengan mendalam dialam bawah sadarnya. Dan menurut kami, jawaban yang tepat untuk kedua pertanyaan di atas adalah karena mereka jauh dari sikap  moderat yang menjadi salah satu ruh ajaran Islam itu sendiri. Ya, Islam dalam berbagai kesempatan telah memberikan ajaran dan tuntunan kepada kita agar selalu menjadikan sifat moderat sebagai pandangan hidup. Semua itu guna menggapai kesejahteraan di dunia dan di akherat nanti (Sa’adatud Darain).

Moderat yang dalam bahasa Arab biasa dikenal dengan istilah Tawassuth atau I’tidal—sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Asyur—berarti memberikan hak-hak segala sesuatu kepadanya, dengan tanpa menambahi ataupun mengurangi. Sikap moderat ini muncul karena mendalamnya pengetahuan seseorang akan suatu perkara, sehingga ia benar-benar mengetahui sesuatu itu secara detil dan mendalam, baik definisi, tujuan dan tentunya manfaat ataupun mafsadah yang ditimbulkannya. Sikap moderat merupakan aplikasi nyata dari budi pekerti yang utama dan fitrah manusia yang indah nan sempurna. Dan karenanya, tidak salah jika ajaran Islam menjadikannya sebagai salah satu fondasi pokok dari keberagamaan.

Dalam ajaran Islam yang begitu indah, banyak kita temukan tuntunan agar pemeluknya, dan tentunya juga manusia secara umum, bersikap moderat. Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat:63, kita diajari oleh Islam agar berfikir secara moderat tentang kemanusiaan. Coba saja perhatikan ayat yang menyatakan, “dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Dalam ayat di atas, Islam mengajari kita untuk memposisikan manusia sebagai manusia, bukan sebagai tuhan, bukan pula sebagai hewan. Karena memposisikan manusia sebagai tuhan, hanya akan membawanya pada sikap diktator, otoriter dan semena-mena pada manusia lain. Sedang memposisikan manusia sebagai hewan, hanya akan membawanya pada sikap inferior, lemah dan tertindas oleh pihak lain yang lebih kuat dan superior. Dan keduanya merupakan sikap ekstrim atau Ghuluw yang dilarang oleh ajaran Islam.  Inilah konsep humanisme dalam ajaran Islam, yang memang sangat menghargai kemanusiaan itu sendiri. Jadi kalau ada yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak humanis, maka dimanakah letak dehumanisme islam itu sendiri?

Hilangnya sikap moderat dalam diri sebuah bangsa dan masyarakat akan menuntun  mereka pada kehancuran dirinya sendiri. Al-Qur’an mendeskripsikan kerusakan yang muncul akibat tidak adanya sikap moderat dengan apik, yaitu melalui kisah raja Fir’aun yang menindas rakyatnya sendiri. Hal itu sebagaimana diceritakan dalam surat al-Qoshosh ayat 4-6 yang menyatakan bahwa: “Sesungguhnya Fira'un telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka, dan membiarkan kaum wanita mereka hidup (untuk diperbudak)”. Munculnya sikap sewenang-wenang dan menindas adalah imbas dari tidak adanya sikap moderat dalam diri Fir’aun dan kaumnya sendiri.

Fir’aun adalah satu gambaran nyata untuk menunjukkan satu sikap manusia yang terlalu ekstrim dan melewati batas, sehingga ia menganggap dirinya sebagai tuhan, yang notabenenya berhak melakukan tindakan apapun tanpa harus ada kontrol dari orang lain. Ia menganggap bahwa tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang telah ia lakukan sah-sah saja, karena memang dirinya adalah tuhan yang segala tindak tanduknya tidak boleh dicegah ataupun dianggap salah. Sedang kaum fir’aun itu sendiri merupakan gambaran nyata dari sikap inferior, lemah dan tertindas. Penindasan dan sikap sewenang-wenang dari seorang raja, serta jiwa budak, inferior dan tertindas dari rakyatnya adalah akibat dari tidak adanya ruh moderat dalam jiwa mereka.

Selain sikap moderat dalam berfikir, Islam mengajarkan manusia untuk bersikap moderat dalam bertindak. Tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita semua, kisah sahabat Nabi yang bernama Abdullah Bin ‘Amr Bin Al-Ash. Dikisahkan bahwa beliau adalah salah satu sahabat yang paling giat dan kuat dalam beribadah, hingga beliau tidak pernah sama sekali meninggalkan sholat tahajjud di malam hari dan puasa di siang harinya. Akhirnya, apa yang telah dilakukan oleh Ibnu ‘Amr itu sampai kepada baginda Nabi, maka baginda Nabi pun memanggilnya dan bertanya: “Wahai Abdullah, aku menerima kabar bahwa engkau selalu puasa di siang hari dan sholat di malam harinya?”, aku menjawab: “Benar ya Rasulullah”. Beliau berkata: “Jangan kau lakukan hal itu. (karena) Tubuhmu mempunyai hak, matamu mempunyai hak, istrimu mempunyai hak dan tamumu pun juga mempunyai hak. Jadi cukup bagimu untuk berpuasa setiap bulan 3 hari saja. Karena dalam setiap kebaikan terdapat pahala sepuluh kali lipatnya. Dan (puasa setiap bulan 3 hari) itu sama saja dengan puasa satu tahun penuh”. Aku berkata lagi: “Ya Rasulullah, saya masih kuat”. Beliau berkata: “kalau begitu, maka berpuasalah seperti puasanya Nabi Daud, jangan kau tambahi lebih dari itu”.

Dari penjelasan Nabi di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dalam beribadah pun sikap moderat harus tetap dijadikan pertimbangan. Dewasa ini, kita banyak melihat praktek-praktek kehidupan yang terlalu berlebihan, entah itu dalam praktek keberagamaan maupun kehidupan duniawi. Disana banyak kita temukan orang-orang yang dengan bangganya melakukan ritual ditengah malam secara bersama-sama dengan pengeras suara, sementara hal itu mengganggu masyarakat lain yang sedang beristirahat. Mungkin mereka punya anggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu amalan yang paling utama dan yang pertama harus dilakukan, sehingga mereka tidak merasa perlu memperhatikan  saudara muslim lainnya yang terganggu oleh aktifitasnya. Apakah sikap yang demikian itu bisa dibenarkan? Kalau kita menggunakan kaca mata moderat yang telah kami paparkan di atas, tentunya tindakan yang demikian itu tidak bisa dibenarkan. Karena pada dasarnya, semua bentuk amaliah yang diniati karena Allah bisa bernilai ibadah. Bukan berarti orang yang melakukan sebuah ritual di tengah malam dengan suara yang keras, itu lebih ahli ibadah dari pada orang yang tidur pulas, karena tidur yang dilakukannya itu dengan tujuan agar paginya ia bisa berkerja mencari nafkah yang menjadi tanggung jawabnya.

Bahkan Islam pun juga mengajari kita untuk bersikap moderat dan arif dalam berinteraksi dengan budaya lokal. Cerita tentang keengganan para sahabat Nabi untuk melakukan Sa’i antara Shofa dan Marwah yang disebabkan trauma akan budaya Jahiliyyah, merupakan data penting yang menguatkan penjelasan kami tersebut. Ya, para sahabat enggan untuk melakukan Sa’i karena memang dahulunya Sa’i adalah sebuah ritual ibadah yang bercampur dengan budaya syirik, yaitu keharusan mengusap berhala yang berada di puncak Shofa maupun Marwah. Akan tetapi Islam—melalui penjelasan al-Qur’an—menyatakan bahwa melakukan praktek Sa’i tidak apa-apa, hanya saja bentuk kesyirikannya dihilangkan. Begitu juga tentang bangunan Ka’bah, baginda Nabi pernah berkata kepada Sayyidah A’isyah: “Andaikan kaummu bukanlah orang yang baru saja lepas dari kekufuran, niscaya aku akan merobohkan Ka’bah dan membangunnya kembali sesuai dengan fondasi bangunan Nabi Ibrahim dulu”. Ya, saat baginda Nabi menguasai kota Makkah, beliau tidak serta merta langsung mengembalikan bangunan Ka’bah seperti sediakala saat dibangung oleh Nabiyullah Ibrahim, padahal beliau saat itu adalah penguasa kota Makkah yang mempunyai kekuasaan penuh untuk menetapkan kebijakan. Semua itu tidak beliau lakukan, karena beliau khawatir akan menjadikan penduduk Makkah yang baru saja masuk Islam, lari dari ajaran Islam itu sendiri, sedang mengembalikan bangunan Ka’bah seperti semula bukanlah keharusan yang tidak bisa ditolerir.


Walhasil, moderat adalah sebuah sikap yang harus kita terapkan dalam semua aspek kehidupan. Baik itu dalam cara berfikir, tingkah laku, ritual maupun dalam berinteraksi dengan budaya lokal yang sudah ada terlebih dahulu. Setidaknya, beberapa argumentasi yang telah kami uraikan di atas bisa menjadi referensi bahwa memang Islam mengajarkan pemeluknya, dan manusia secara umum, untuk bersikap moderat, sehingga hal itu bisa membawa kesejahteraan di dunia maupun di akherat. Kalau Islam saja mengajak kita untuk bersikap moderat, bagaimana dengan anda?
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger