Mungkin jika kita membahas tema di atas, tentunya setiap orang
mempunyai ukuran masing-masing dalam menentukan bagaimanakah sosok wanita yang
ia idam-idamkan, karena tentunya satu dan yang lainnya mempunyai karakter yang
berbeda. ada sebagian kelompok masyarakat mengidamkan seorang wanita yang
mempunyai jalur nasab atau turunan yang tinggi, semisal anak seorang
kiai, pejabat dan lainnya, hingga jika mereka tidak
mendapatkan apa yang di idamkan maka selalu menunda-nunda pernikahannya, hal
itu bisa kita lihat dari sebagian kaum santri yang lama di pesantren dan tidak
mau segera menikah, dengan alasan karena mereka mencari yang istri yang kufu,
yakni putri kiai/minimal juga seorang santri (saya sendiri juga santri
lo..jangan salah), tapi apakah ini sebuah aib?? Saya kira tidak juga, tapi
apakah itu adalah sebuah karakter idaman yang tepat?? Ada juga sebagian
masyarakat yang mengidamkan seorang wanita yang kaya dan raya, sehingga bisa
mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa harus bersusah-susah bekerja, hal ini bisa
kita lihat dari beberapa kejadian nyata dari banyaknya pemuda yang masih belia
tapi nikah dengan janda walaupun saya tidak akan mengeneralisir hal itu, apakah
ini memang idaman mereka juga?? Ada juga yang mencari seorang wanita yang
cantik jelita bagaikan rembulan purnama yang indah, dan yang seperti ini pun
banyak kita temui pada rata-rata kaum lelaki, tapi apakah ini memang setandar
idaman yang tepat pula?? Mungkin untuk sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaan
di atas ada baiknya saya torehkan sedikit kisah berikut ini
Ada seorang sahabat wanita yang bernama Ummi Sulaim, suatu hari dia
di lamar oleh seorang kaya bernama Abu Thalhah, hanya saja dia masih kafir. Ketika
Abu Thalhah bertanya tentang mas kawin atau mahar yang di minta olehnya, maka
si wanita menjawab dengan tegas: "Yang Kuminta Adalah Kau Masuk Islam",
si pria pun dengan tegas mengiyakan dan bertanya: "Itu pasti, tapi apakah
kamu tidak menginginkan yang lain semisal emas atau perak?", jawab si
mempelai wanita: "Tidak, aku hanya ingin keislamanmu". Akhirnya
menikahlah kedua pasangan ini setelah si pria masuk Islam. Dan tidak perlu
menunggu waktu yang lama, kedua pasangan ini di karuniai seorang anak lelaki
yang imut dan tampan, yang selalu bisa menemani sang ayah dan tentunya menjadi
kebanggaan tersendiri baginya. Akan tetapi panggilan jihad datang, maka dengan
berat hati Abu Thalhah meniggalkan sang istri tercinta dan anak yang baru
imut-imutnya. Setelah kurang lebih 1 bulan di tinggal sang suami, Ummu Sulaim
mendapat musibah yang tidak kecil.
Musibah tersebut adalah meninggalnya putra satu-satunya, buah dari
pernikahannya dengan suami tercinta, Abu Thalhah. Padahal kalau di perhatikan,
sang putra baru saja mencapai umur di mana orang tua sedang sayang-sayangnya
terhadap anak, tapi apa daya takdir Allah sudah terjadi, tidak ada gunanya menangisi susu yang
telah tumpah, maka Ummu Sulaim pun bersabar dan tawakkal pada Allah serta ridha
atas takdir-Nya. Tapi pelajaran intinya bukan di sini, yaitu ketika sang suami
pulang dari jihad dengan keletihan yang luar biasa, dengan kerinduan terhadap
anak istri yang membuncah dan tentunya sangat ingin bercanda ria, bermain-main
dengan sang anak, lalu bagaimana jadinya kalo ternyata anak tercinta telah
meninggal?? Bagaimana pula sang istri menjelaskan peristiwa ini kepada
suaminya??? Disinilah tampak sekali peran wanita idaman dalam kehidupan, karena
ketika Abu Thalhah (suami Ummu Sulaim) pulang dari jihad, sang istri sudah
menyambut di depan pintu rumah dan sudah menghiasi dirinya, sehingga ketika
sang suami melihatnya pun jadi senang dan nyaman hatinya, dia menyuruh sang
suami untuk mandi dan membersihkan dirinya terlebih dahulu, sementara sang
istri menyiapkan makanan dan tempat tidur. Setelah sang suami selesai mandi,
maka sang istri mengajaknya untuk makan dan ketika sang suami bertanya: "Di
mana anak kita?", maka si istri menjawab: "Ia sedang terlelap tidur
di tempat yang nyaman", maka sang suami pun melanjutkan makannnya
sambil tersenyum bahagia karena tahu anaknya sedang istirahat. setelah selesai
makan, maka sang suami pun mengajak sang istri masuk kamar dan istirahat (dan
tentunya melakukan layaknya hubungan suami istri).
Setelah sang istri melihat bahwa si suami telah puas karena sudah
mendapatkan hal yang bisa menentramkan hatinya setelah lama bepergian, maka ia
mulai menjelaskan pada sang suami kejadian sesungguhnya, tapi apakah secara
langsung?? Tidak tentunya, coba anda perhatikan dialog ringan di bawah ini:
Istri: “Duhai suamiku tercinta, bagaimana pendapatmu jika ada
orang yang menitipkan sesuatu padamu dalam masa dan waktu tertentu, lalu dengan
tiba-tiba orang tersebut mengambil titipannya tadi?”
Suami: “Ya kita harus mengembalikannya, karena memang itu adalah
hak milik dia”.
Istri: “Tapi suamiku, sesuatu tersebut sudah lama berada di
tangan kita, bahkan sudah seakan-akan menjadi milik kita sendiri?”
Suami: “Walaupun seperti itu, karena itu bukan milik kita wahai
istriku”.
Istri: “Kalau begitu, ikhlaskanlah putra semata wayangmu, karena
dia telah kembali pada pemilik sesungguhnya, yaitu Allah”. Dalam arti dia
telah meninggal dunia.
Setelah mendengar itu sang suami marah dan berkata: "Kenapa
kau tidak mengabariku dari awal?".
Sang Istri pun menjawab: "Karena aku khawatir kau akan
bersedih, sementara kau masih dalam kondisi lelah".
Dalam kondisi marah sang suami keluar dan mengadu kepada baginda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang apa yang telah di
lakukan oleh istrinya dan semua yang terjadi di rumahnya. Setalah baginda Nabi mendengar
keluh kesah Abu Thalhah, beliau berkata sambil tersenyum: "Apa yang di
lakukan oleh istrimu adalah sesuatu yang benar dan semoga Allah memberkahi
malam kalian". Setelah mendengar perkataan baginda Nabi tersebut, Abu
Thalhah mau memaafkan sang istri tercinta dan berkat doa Nabi, lahirlah seorang
bayi laki-laki yang kelak terkenal sebagai pembantu baginda Nabi, yaitu sahabat
Anas. Yah demikianlah kisah lengkapnya kawan-kawan, cuma saya hanya bisa
bertanya-tanya dalam hati: “Masih adakah wanita sekarang yang seperti Ummu
Sulaim? Atau memang lelakinya yang sudah tidak pantas untuk bersanding dengan
wanita yang punya akhlak sedemikian mulia? Bukankah seperti beliaulah wanita
idaman yang di tunggu-tunggu oleh semua kaum lelaki? Jawabannya ada pada diri anda masing-masing kawan.
Sayung, 14-Nov-2013 M
1 komentar: