Advertise 728x90

Hadis 1 Ihsan-Muroqobah-Musyahadah

Written By Unknown on Friday, November 22, 2013 | 12:22 AM


            Di riwayatkan oleh Sayyidina Umar Ibnul Khattab, beliau berkata:
بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر لا يرى عليه أثر السفر ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وآله وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه ووضع كفيه على فخذيه وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا قال : صدقت فعجبنا له يسأله ويصدقه قال : فأخبرني عن الإيمان قال أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره قال : صدقت قال : فأخبرني عن الإحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك قال : فأخبرني عن الساعة قال ما المسئول عنها بأعلم من السائل قال : فأخبرني عن أماراتها قال أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان ثم انطلق فلبثت مليا ثم قال يا عمر أتدري من السائل ؟ قلت : الله ورسوله أعلم قال فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم
Suatu hari, kami sedang duduk di samping baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Tiba-tiba muncul sesosok lelaki yang berpakaian sangat putih sekali, dengan rambut yang sangat hitam sekali. Pada dirinya tidak Nampak tanda-tanda bepergian dan dari kami tidak ada yang mengenalnya sama sekali hingga akhirnya ia duduk di depan baginda Nabi, lalu menyandarkan kedua lututnya kepada dua lutut baginda Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha baginda Nabi, kemudian dia bertanya: “Hai Muhammad, jelaskanlah kepadaku tentang apa itu Islam?”, baginda Nabi menjawab: “Islam adalah jika engkau bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, lalu engkau mendirikan Shalat, membayar Zakat,  berpuasa di bulan Ramadhan dan berangkat haji di Baitullah jika memang engkau mampu”. Lelaki tersebut berkata: “Kau benar wahai Muhammad”. Maka kami (para sahabat) pun heran akan tingkah laku lelaki tadi, dia bertanya kepada baginda Nabi dan membenarkannya. Kemudian lelaki itu bertanya lagi: “Jelaskanlah kepadaku, apa itu iman?”, baginda Nabi berkata: “Iman adalah engkau percaya terhadap Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab (yang diturunkan oleh)-Nya, para utusan-Nya, hari akhir dan engkau beriman pada Qadar, baik yang jelek atau yang baik”. Lelaki itu berkata lagi: “Engkau benar”, lalu dia berkata lagi: “Jelaskan kepadaku tentang Ihsan”. Baginda Nabi bersabda: “Jika engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya atau jika engkau tidak mampu untuk seakan-akan melihat-Nya, maka beribadahlah dengan perasaan bahwa engkau selalu di perhatikan oleh Allah”. Lelaki itu bertanya lagi: “Jelaskanlah kepadaku tentang hari kiamat?”. Baginda Nabi bersabda: “Orang yang di Tanya tidaklah lebih mengetahui dari pada orang yang bertanya”. Lelaki itu bertanya lagi: “kalau demikian, jelaskan kepadaku tentang tanda-tanda kiamat?”. Baginda Nabi berkata: “Jika ada seorang budak perempuan melahirkan tuannya, engkau melihat orang-orang yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian lagi miskin serta menjadi penggembala kambing, mereka banyak mendirikan bangunan yang tinggi-tinggi”. Setelah itu, lelaki tersebut menghilang entah kemana, lalu baginda Nabi bertanya kepadaku: “Umar, tahukan engkau siapa lelaki itu?”. Umar menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Baginda Nabi berkata: “dia adalah Jibril yang dating kepada kalian tentang agama kalian”.
Hadis di atas adalah riwayat Imam Muslim dalam buku shahihnya, juga riwayat Bukhari dan Muslim dari hadis riwayat Abu Hurairah. Hadis ini di riwayatkan dengan berbagai redaksi dan dari berbagai riwayat, ia termasuk dalam hadis yang Mustafidh. Al-Harawi dalam bukunya yang berjudul Manaazilus Sa’irin: “Dalam hadis ini sudah terdapat Isyarat yang secara umum menjelaskan Madzhab kelompok ini (Sufi)”. Komentator dari buku Manaazilus Sa’irin berkata: “Karena pokok dari Thariqah adalah kesempurnaan dari ma’rifat dan selalu Muroqobah terhadap Allah Yang Maha Benar dalam semua gerak gerik dan diam, bahkan dalam setiap tarikan nafas dan pengamatan, hingga kekuasaan Allah Yang Haq benar-benar menguasai hati, hingga apapun yang menjadi tempat bergantungnya hati selain Allah—baik berupa sebuah kondisi tertentu atau peristiwa tertentu—pun menjadi hancur lebur”.
Ihsan telah mencakup dua kedudukan ini, yaitu Muroqobah dan Musyahadah. Hadis di atas memulai dengan menjelaskan Musyahadah karena memang tinggi dan mulianya tingkatan dari Musyahadah itu sendiri, bahkan Musyahadah inilah yang merupakan tujuan dari Muroqobah itu sendiri. Adapun orang yang sedang meniti jalan kesufian untuk naik tingkatan, maka hendaknya dia memulai dari Muroqobah yang jika seseorang selalu melakukannya, maka dia akan mencapai tingkatan Musyahadah itu sendiri. Maka dari itu, saat Al-Junaid hendak masuk dalam Thariqah ini dan pergi menuju ke rumah paman serta gurunya—Sirri As-Saqathi—lalu mengungkapkan semua keinginannya, sang guru berkata kepadanya: “Duhai putraku, saya akan menuntunmu untuk mengucapkan 3 kalimat, yang nantinya ucapkanlah 3 kalimat tersebut saat engkau hendak tidur malam. Ketiga kalimat itu adalah sebagai berikut:
الله معي. الله ناظر إلي. الله شاهد علي
(pertolongan) Allah bersamaku. Allah selalu melihatku. Allah selalu menyaksikanku
Al-Junaid berkata: “Saya selalu melafadlkan kata-kata ini hampir satu bulan”. Lalu guruku berkata kepadaku: “Duhai anakku, jika Allah selalu bersamamu, selalu melihatmu dan selalu memperhatikanmu, apakah layak bagimu untuk mendurhakainya?”. Al-Junaid berkata: “maka Allah pun memberikan manfaat kepadaku melalui kalimat-kalimat di atas dalam sepanjang hidupku. Setiap kali aku ingin melakukan Ma’siat maka aku ingat kata-kata ini hingga akhirnya, aku pun tidak pernah mendurhakai Allah sama sekali”. Coba perhatikan, bagaimana seorang Sirri As-Saqathi menuntun muridnya—Al-Junaid—untuk selalu melakukan Muroqobah karena itu bisa mengantarkan seseorang untuk mencapai derajat Musyahadah.
Adapun melihat Allah dengan mata kepala, maka itu adalah keistimewaan yang di berikan hanya kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan tidak di berikan kepada selain beliau. Ibnu Abbas berkata: “Allah memberikan Al-Khullah (pilihan kekasih) kepada Nabi Ibrahim, sedang Kalam (di ajak bicara Allah) kepada Nabi Musa dan melihat Allah kepada Nabi Muhammad”. Dalam buku Shahih Muslim di sebutkan sebuah Hadis tentang masalah Dajjal, di sana di kisahkan bahwa Dajjal berkata: “Saya adalah tuhan kalian”.  Baginda Nabi bersabda: “Ketahuilah bahwa kalian tidak akan bisa melihat Tuhan kalian, hingga kalian mati”. Imam Malik ditanya: “Kenapa orang-orang yang beriman tidak bisa melihat Tuhan mereka di dunia ini?”. Imam Malik menjawab: “Karena mereka di dunia ini akan rusak. Sesuatu yang bisa rusak tidak bisa melihat sesuatu yang kekal. Ketika mereka di akhirat nanti, mereka akan di beri mata yang kekal, jadi mereka melihat sesuatu yang kekal dengan sesuatu yang kekal juga”.
Berkenaan dengan masalah melihat Allah ini, saya akan menceritakan sebuah kisah yang terjadi di Baghdad. Alkisah, ada seorang guru Thariqah yang di laporkan kepada Khalifah karena dia mengaku melihat Allah dengan mata kepalanya dan banyak saksi yang menetapkan dugaan ini. Maka di putuskan bahwa dia akan dibunuh sebagai hukuman. Saat-saat demikian, Syaikh Al-Quthb Al-Kabir Abdul Qadir Al-Jilani mengetahui hal itu—sedang beliau adalah seorang pengikut Madzhab Hanbali dan juga seorang sufi—dan kemudian pergi menemui Khalifah lalu berkata kepada beliau: “Ungkapan dan kata-kata tidak mampu untuk menjelaskan apa yang di kehendaki Syaikh Thariqah ini, sehingga keluar dari mulutnya kata-kata yang tidak ia kehendaki”. Khalifah bertanya: “Lalu apa yang dia kehendaki?”. Syaikh Abdul Qadir berkata: “Sebenarnya ia melihat Allah dengan mata hatinya, hanya saja cahaya mata batinnya memantul pada matanya, sehingga mata kepala itu melihat cahaya itu, lalu keluarlah ungkapan dan kata-kata yang kalian dengar itu”. Lalu Syaikh Thariqah itu berkata: “sungguh apa yang di katakan oleh syaikh abdul qadir adalah apa yang aku inginkan”.
Maka di keluarkanlah keputusan tentang pembebasan Syaikh tersebut dan penjelasan bahwa Akidah beliau adalah akidah yang benar. Dan memang beginilah umumnya ungkapan-ungkapan yang di kutip dari para guru-guru Thariqah dan Tasawwuf, semua ungkapan itu mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang benar dan masih bisa di Ta’wil  dengan benar pula, hanya saja orang-orang yang memang menentang Thariqah akan selalu berpaling dan berusaha untuk menyalahkannya.



Dari buku: Al-I’lam Bi Annat Tasawwuf Minal Islam. Karya: Al-Hafidz Abdullah Al-Ghummari

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger