Ada
seorang presiden yang sedang berjalan-jalan melakukan kunjungan dinas di daerah
sekitar kekuasaannya. Tanpa disengaja ia bertemu dengan seorang anak kecil yang
sedang menggembala seekor himar yang tidak mau berjalan. Karena saking sulitnya
hewan itu dibangunkan, maka anak kecil itu pun bersikap keras terhadap hewan
tadi. Saat melihat kejadian itu, sang presiden dengan pelan menasehati anak
kecil tadi, beliau berkata: “Nak, kasihanilah hewan itu dan bersikaplah yang
lembut saja kepadanya!”.
Dengan sigap, mantap dan penuh percaya diri, anak
kecil tadi menjawab: “Wahai Pak Presiden. Jika saya berbuat lembut dan selalu
kasihan kepadanya, maka sesungguhnya itu akan menyusahkannya sendiri”. Dengan
penuh rasa penasaran dan heran, sang presiden bertanya: “Loh...bagaimana
mungkin itu terjadi?”. “Ya jelas sekali dong pak presiden. Jika saya berbuat
lembut dengan tidak memukulnya agar berjalan, maka tentunya perjalan yang akan
ditempuh himar ini menjadi lebih lama dan panjang. Beban yang ia pikul pun akan
semakin berat. Dan itu semuanya akan menyebabkan rasa lapar dan hausnya semakin
bertambah. Sedang jika saya bersikap keras kepadanya, maka itu akan membawa
kebaikan kepadanya”.
Tambah
heran lagi pak presiden dengan ucapan anak kecil ini. Ia pun bertanya pada anak
tadi: “Bagaimana mungkin sikap keras bisah menjadikan keledai ini baik?”. “Ya
karena sikap kerasku akan menjadikan ia berjalan cepat, sehingga perjalanan
yang dia tempuh semakin pendek. Beban yang dibawanya semakin ringan. Ia dapat
makan dan minum sebanyak-banyaknya setelah itu, serta ia bisa menikmati
kekenyangannya, menikmati istirahat dalam kelelahannya”. Maka sang presiden pun
semakin terheran-heran dan takjub dengan kecerdasan dan tajamnya ucapan anak
kecil yang bijak ini. Sang presiden pun berkata: “Saya telah menyuruh mentriku
untuk memberimu 1000 dirham”. Dengan cekatan dan bijak si bocah menjawab:
“Semua rizqi telah ditetapkan dan orang yang memberi adalah orang yang berhak
untuk mendapat ungkapan syukur dan terima kasih”.
Lagi-lagi
sang presiden takjub akan jawaban yanag cerdik itu, dia berkata: “Saya telah
menetapkan namamu sebagai salah satu bagian keluarga kerajaan, bagaimana
pendapatmu?”, “Wahai presiden, jika demikian maka engkau telah dipertemukan
dengan orang yang tidak perlu susah payah membayarnya dan pasti kau akan
mendapatkan pertolongan darinya”. Presiden pun meminta nasehat kepadanya: “Wahai
bocah, nasehatilah aku ini, aku melihatmu seorang anak yang bijak”. Anak kecil
itu mulai bernasehat: “Wahai bapak presiden...jika anda berada dalam kondisi yang
aman, maka hendaknya anda selalu mengingat kondisi yang menghawatirkan.
Jika
sehatnya tubuh anda menjadikan hidup terasa nyaman dan tentram, maka katakanlah
pada diri anda sendiri bahwa musibah suatu saat akan datang. Jika rasa aman
telah bersamamu dan menjadikan anda tentram, maka timbulkanlah rasa takut dalam
diri anda. Jika anda sudah mencapai puncak dari sebuah usaha, maka hendaknya
selalu mengingat mati. Jika anda mencintai dirimu sendiri, maka janganlah
engkau melakukan hal apapun yang menjadikan dirimu mendapatkan celaan dan kejelekan”.
Setelah
mendengar nasehat anak kecil yang bijak ini secara panjang lebar, sang presiden
terheran-heran dan kembali dibuat takjub dengan kecakapan lisannya, kefasihan
bahasanya dan kecerdikan akalnya. Beliau berkata:
“Andaikan kau bukan seorang anak
kecil, pasti sudah saya angkat menjadi seorang mentriku”.
“Orang yang diberi anugrah akal
oleh Allah, maka dia tidaklah akan dihalangi untuk mendapatkan anugrah yang
lain”, jawab anak kecil itu.
“Apakah engkau layak untuk menempati
posisi itu?”, kembali presiden bertanya.
“Pujian dan celaan hanya layak bagi
seseorang yang telah teruji, seseorang tidak akan pernah tahu seberapa jauh kemampuan
dirinya kecuali setelah ia mengujinya”.
Setelah mendengar kata mutiara itu
meluncur dengan tenang dari mulut si anak kecil itu, maka sang presiden pun
memutuskan untuk mengangkat anak kecil tadi sebagai mentrinya, karena memang
dirasa-rasa, ia adalah seorang anak yang memiliki pendapat yang benar dan
pemahaman yang jitu serta tepat, dan tentunya pertimbangan yang sesuai dengan
kenyataan.
0 komentar