Advertise 728x90

Man Jadda Wajad

Written By Unknown on Monday, September 16, 2013 | 12:16 AM


Jum'at kemarin, aku terperangah oleh sebuah inbox yang dikirim oleh salah satu Gus yang sudah aku kenal akrab, yang kurang lebih berbunyi: "aku sudah hapal Alfiyah kang,1002 bait, tapi aneh karena aku hapal dalam 2 minggu saja dan ketika muhafadzah pun bisa dikatakan aku paling lancar". sebenarnya, aku tidak terlalu heran atas kabar tersebut diatas, apalagi jika disampaikan oleh Gus yang satu ini, yang memang secara genetik merupakan keturunan para alim ulama, bagaimana tidak? dia adalah salah satu keturunan dari 2 keluarga besar pesantren, yaitu Sarang dan Kempek, yang keduanya telah banyak menyumbangkan kemajuan dan ikut mencerdaskan bangsa Indonesia ini. Tapi, menurut aku pribadi, faktor genetik bukanlah segala-galanya dan tidak pula 100% menjadi penentu keberhasilan Gus tadi, tapi karena adanya upaya mensinergikan faktor genetik dan nafas "MAN JADDA" sehingga yang muncul adalah kekuatan yang beda dari lainnya. hal ini aku dasarkan pada ungkapan Sang Kiai (yang tak lain adalah kakek dari Gus tadi): "Habib iku nek gak ngalim, koyok suwekan kertas Qur'an, nek dibuwak malati, nek di woco gak keno", (Habib itu kalau tidak alim, ibarat kertas sobekan mushaf al-Qur'an, kalo dibuang tidak boleh dan bisa kualat bila dilakukan, maka harus dimuliakan, tapi juga tidak bisa dibaca).
Dalam ungkapan ringan di atas, sang Kiai ingin memberikan gambaran kepada para santri tentang pentingnya ilmu, bahkan orang yang mempunyai darah biru sekalipun kalau tidak berilmu, maka ada kekurangan yang melekat pada dirinya. lalu beliau memberi satu contoh kongkrit, yaitu seorang habib yang tak lain dan tak bukan adalah keturunan baginda Nabi, kalau dipikir, apakah ada nasab yang lebih mulia dari keturunan baginda Nabi? ya kalau sepengetahuanku tidak ada, akan tetapi oleh sang Kiai tadi tetap dikatakan kurang seandainya turunan baginda Nabi tidak alim dan tidak bisa dijadikan rujukan dalam keilmuan, hal yang terakhir ini bisa dipahami dari ungkapan beliau:"nek diwoco gak keno", lalu bagaiamana dengan Gus yang bukan turunan baginda Nabi, jika turunan Nabi saja dikritik demikian oleh sang Kiai. mungkin ada yang bertanya: "dari mana Sang Kiai tadi mengungkapkan kata-kata demikian? atau jangan-jangan hanya kelakar biasa saja", ya mungkin orang lain bisa bilang itu hanya kelakar, tapi sebagai seorang santri aku melihat hal lain, karena setelah aku amati lagi (walaupun sebentar) ternyata ada teks yang secara eksplisit mendukung argumen Sang Kiai tadi, tepatnya pada Hadis riwayat imam Muslim yang juga diriwayatkan oleh An-Nawawi dalam Arba'in-nya Hadis ke-36:
من بطأ به عمله لم يسرع به نسبه

"siapa yg tidak rajin berusaha, maka jangan harap nasabnya bisa membantunya untuk cepat meraih kesuksesan"
potongan hadis ini disampaikan oleh baginda Nabi dalam rangkaian ungkapan lain dengan tema yang berbeda-beda, yang diantaranya adalah masalah ilmu, lalu ditutup dengan ungkapan diatas. Jadi ungkapan sang Kiai tadi bisa dikatakan sebagai sebuah interpretasi dan refleksi beliau akan hadis Muslim diatas. hanya saja kemudian dibahasakan dengan kata-kata singkat, padat, penuh makna, menggelitik dan tentunya penuh teka-teki yang harus bisa dipecahkan dan dijawab oleh para santri, ya seperti itulah kebiasaan para ulama kita, memakai perlambang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan gagasan cerdas dan pemikiran progresif mereka. Tapi sayangnya banyak santri yang tidak memahami atau malah tidak mau memahami itu semua dengan cara-cara yang ilmiah, sehingga yang muncul hanyalah fanatik buta tanpa ada upaya mengkaji pemikiran-pemikiran cerdas itu. Andaikan mereka mau, niscaya mereka akan benar-benar tahu bahwa para guru dan kiai kita terdahulu telah benar-benar melakukan kerja intelektual yang sangat melelahkan, karena mereka berusaha untuk mendialogkan antara kebenaran teks yang hitam putih dan realitas kehidupan sosial maupun berbangsa yang seringnya nano-nano, agar tidak terjadi ketimpangan.
Walhasil, selamat untuk Gus tadi atas keberhasilannya menundukkan Alfiyah Ibnu Malik, dengan cara dihapal yang tak lain adalah metodologi para ulama salaf shalih, saya masih ingat saat ngaji Ibnu Aqil di mushalla pondok ba'da dzuhur dulu, ada ungkapan dalam kitab tersebut yang selalu diulang-ulang oleh penulis kitab tersebut saat mendukung pendapat Imam Sibawaih:
من حفظ حجة على من لم يحفظ
"orang yang hapal mengalahkan argumen orang yang tidak hapal"
Akan tetapi, tentunya hapalan yang disertai pemahaman benar dan akurat, agar tidak masuk dalam ungkapan Imam Abu Zur'ah Al-Iraqi saat mengkritik salah satu ahli bid'ah akan tetapi hafidz:
علمه أكبر من عقله
"ilmunya lebih banyak dan besar dari pada akalnya"
Tapi jangan puas dululah Gus, didepan anda masih ada Alfiah-alfiah lain yang menantang, ada Alfiyah Suyuthi, Alfiyah Iraqi, Alfiyah Zubad, Alfiyah Ajhuri dan bermacam-macam kitab lain yang menantang anda untuk dingaji dan dikaji. Semoga sukses.






NB: Di sampaikan sebagai kado untuk Gus Shabbah Musthafa saat beliau berhasil menghatamkan hapalan Alfiyah Ibnu Malik yang monumental itu.
Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Artikel Terkait:
Sisipkan Komentar Anda Disini
Breaking News close button
Back to top

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?
Powered by Blogger.
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger