Advertise 728x90

Latest Post

Sekilas Mi'yar Ilmi

Written By Unknown on Friday, February 14, 2014 | 8:02 PM

"Al-Ghazali memang luar biasa dan tokoh dengan pemikiran yang spektakuler", hanya demikianlah kata yang mampu saya tuturkan untuk menjelaskan kehebatan tokoh Sunni yang satu ini. Dan tentunya ungkapan itu tidak bisa menggambarkan secara menyeluruh dan utuh tentang berbagai kehebatan, kejeniusan dan tentunya kejernihan hati, jiwa serta akal dari tokoh kita yang satu ini. Beliau tidak hanya seorang yang pakar dalam bidang keagamaan ansich saja, akan tetapi juga handal dalam bidang keilmuan lainnya, semisal filsafat, ilmu yang membahas tentang makna dibalik sebuah angka, psikologis dan lain sebagainya. Dan pagi ini, lagi-lagi saya terperangah dan tercengang akan kehebatan dan kejeniusan tokoh yang satu ini dalam menjelaskan makna sebuah hadis yang mungkin sulit untuk dicerna oleh akal sebagian manusia seperti saya ini.
Bunyi hadis itu adalah sebagai berikut:
إن الشيطان ليجري من ابن آدم مجرى الدم
terjemahan bebasnya adalah: "sungguh syaitan itu mengalir dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darahnya".
Dulu saya bertanya-tanya tentang makna dari hadis ini, masak syaitan masuk dalam tubuh seorang manusia, maksudnya gimana? bukankah jika syaitan sudah masuk dalam tubuh manusia, ia akan menjadi gila, seperti orang-orang yang kesurupan itu. padahal kalau saya lihat sekilas makna hadis di atas, maka yang saya temukan ya syaitan itu ada dan mengalir dalam setiap tubuh manusia. kalau dipahami demikian, berarti semua manusia gila dong? wah..wah...padahal kenyataan yang ada tidak. Lalu apa makna dari hadis di atas? bagaimana pula status hukum hadis di atas? apakah dia hadis yang sahih atau hasan atau dha'if?
Nah disinilah saya menemukan kecerdikan dan kecerdasan Al-Ghazali. Terlepas apakah hadis itu sahih atau dha'if, beliau al-Ghazali mempunyai pemahaman yang unik dan menarik berkenaan dengan hadis diatas. beliau berkata:
"ketika gangguan khayalan dan wahm seseorang itu benar-benar telah melekat dalam kekuatan pikirannya, sehingga sangat sulit sekali bagi dirinya untuk melepaskan diri dari cengkramannya sehingga ia benar-benar bercampur dengan darah daging seorang manusia, sebagaimana bercampurnya darah makan baginda Nabi berkata...". jadi menurut al-Ghazali, yang dimaksud dengan syaitan ini ya khayalan dan wahm seseorang yang menjadikan dia terhalang-halangi oleh kebenaran. khayalan dan wahm seseorang bisa memberikan gambaran pada otaknya bahwa apa yang dia pikirkan dan ada dalam fikirannya adalah sebuah kebenaran. padahal pada hakikatnya kebenaran sangat berlawanan dengan apa yang dia pikirkan. dari sini beliau juga menyatakan bahwa khayalan merupakan penghalang yang kedua--setelah adat istiadat--bagi manusia untuk melihat kebenaran yang hakiki, lebih-lebih jika hal itu berkenaan dengan masalah keyakinan, maka menjadikan khayalan sebagai timbangan adalah sebuah kesalahan yang besar, karena pada akhirnya dia hanya akan membawa manusia pada pengqiyasan khaliq terhadap makhluk. dalam bahasa umumnya adalah pengqiyasan sesuatu yang tidak terlihat (al-Ghaib) dengan sesuatu yang terlihat (as-syahid). Walhasil, jika seseorang ingin menemukan kebenaran yang hakiki--menurut beliau--bisa dilakukan dengan cara meninggalkan dua hal: pertama, jangan menjadikan indrawi atau adat istiadat sebagi pertimbangan utama. kedua, jangan menjadikan khayalan dan wahm sebagai pertimbangan. karena keduanya adalah hakim yang menipu kita. ingin lebih jelas lagi, bisa anda sekalian baca sendiri dalam buku al-Ghazali yang berjudul Mi'yarul Ilmi.

Filosofi Sholat Ala Karepe Dhewe

"Masihkah kita kewajiban sholat? kalau memang tujuan sholat adalah mengingat Allah (dzikrullah), sedang kita sudah bisa ingat Allah tanpa sholat". Pertanyaan singkat ini sempat mengusik dan muncul saat dulu sekali saya masih diberi kesempatan ngangsu kaweruh di pesantren. Herannya, pada waktu itu pun saya belum menemukan jawaban yang tepat dan mengena tentang masalah yang satu ini. Eee...malah kemarin lagi-lagi ada yang tanya tentang masalah ini juga, repot bin ruwet mencari jawabannya, lebih-lebih jika yang tanya adalah masyarakat umum yang notabenenya pun kurang mengenal alif bengkong.
saya pun jadi berfikir setelah ada pertanyaan yang sedemikian rumitnya--ya karena memang saya bukan orang yang 'alim, jadinya ya rada sulit menemukan jawaban itu. Pada malam berikutnya saya jagong-jagong dengan teman-teman yang kemarin menanyakan tentang masalah itu dan ternyata saya ditagih jawaban dari pertanyaan mereka kemarin. "Mas, gimana jawaban pertanyaan kami kemarin? udah ketemu belum?". Wah mau tak jawab ngawur ya saya masih takut masuk dalam kategori ifta' tanpa ilmu (sebenere saya sendiri memang masih belum layak untuk berfatwa, walaupun saya melihat sudah banyak teman-teman santri lain memberanikan diri berfatwa). Akhirnya saya diam seribu bahasa dan hanya termenung saja. Teman-teman jagong tadi pun merasakan kurang leluasa, akhirnya salah satu teman mulai berkata:
"ya kalau kita memang sudah bisa dzikir dan ingat Allah tanpa sholat, maka gugurlah kewajiban sholat seorang atas kita, sebagaimana para wali-wali yang sudah tinggi maqam dan derajatnya itu", kata kang Sodrun yang tak lain adalah seorang kiai musholla pinggir jalan di mana biasanya saya jagong.
"wah...wah yo gak bisa gitu dong Drun...drun...la kanjeng Nabi sang manusia paling mulia saja tetap sholat, kok ada wali yang gak sholat, itu gimana nalarnya? ah gak mungkin kalau menurutku drun..", sahut kang Diqin yang baru saja pulang dari pengembaraan lamanya ngangsu kaweruh di sebuah pesantren Jatim.
"tapi nyatanya, sunan Kalijogo pun nggak sholat saat nunggu tongkat dipinggir kali. Kan dia cuma merem saja to Qin, dalam kondisi meremnya itu, sang sunan kan sudah dzikir pada Allah...mbok ya pean itu jangan hanya berfikir secara syariat saja, tapi juga berfikir secara Hakikat to Qin", ternyata kang Sodrun pun tak mau kalah argument juga dengan santri baru turun gunung itu.
Tiba-tiba terlintas dalam benakku sebuah jawaban yang aku pun tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. "Menurutku, sholat adalah ritual dimana kita hanya mengingat Allah, tanpa mengingat yang lain. saat kita mulai takbiratul ihram, maka segala sesuatu yang asal mulanya halal menjadi haram bagi seorang yang sedang sholat. Mengingat apapun selain Allah, adalah hal yang bersifat boleh-boleh saja di luar sholat, tapi jika kita sudah masuk dalam sholat, maka mengingat selain Allah, hukumnya adalah haram. Makanya takbirnya disebut dengan Takbiratul Ihram (Takbir yang menjadikan sesuatu yang asalnya halal menjadi haram). Dzikir diluar sholat adalah ingat Allah dengan perantara selain-Nya, sedang dzikir dalam sholat adalah dzikir yang langsung berhubungan dengan Allah semata, tidak melalui perantara. karena kita diharamkan mengingat-ingat selain-Nya saat sedang melakukan sholat, bahkan mengingat Akhirat pun oleh sebagian ulama shufi juga dilarang dalam sholat. Jadi tidak cukup kalau orang hanya dzikir saja tanpa sholat, karena dzikirnya masih melalui perantara. Yah semua itu karena memang sholat adalah mi'rajnya seorang mukmin. Kalau baginda Nabi di mi'rajkan dengan melalui melihat Alam Malakut, maka seorang Mukmin mi'raj melalui sholatnya".
Setelah mendengar ocehanku ini, semua hadirin terdiam Thelek-thelek bingung...dan aku pun juga thelek-thelek bingung, kok bisa mulutku ini ikut-ikutan mengeluarkan jawaban yang aku sendiri tidak tahu, dari mana munculnya.
Powered by Blogger.
Advertise 650 x 90
 
Copyright © 2014. Anjangsana Suci Santri - All Rights Reserved | Template - Maskolis | Modifikasi by - Leony Li
Proudly powered by Blogger